Rabu, 28 Desember 2016

Rindu Baitullah.. Ku Ingin Kembali..


Jelang subuh merambati
Memasuki halamanmu terbayang Masjidil Haram Makkah Al-Mukarramah mendera-dera
Di depan Ka'bah pertama kali kulantunkan do'a untukmu berjuta deras air mata mengalir
Tatkala dahi bersujud di permaidani masjid-Mu
Terasa gigilan yang amat sangat
Sebab menahan rasa haru dan syukur
Subhanallah...
Hanya Engkau ya Allah, yang mengetahui setiap apa yang tersembunyi di balik hati ini
Yang tak mampu tertuang dengan sebatas kata
Rindu Baitullah

Setiap kali azan berkumandang di bumi penuh berkah
Setiap kali kaki berjalan memenuhi
Tiada lelah seakan rindu bertemu dengan-Mu
Menjadi aliran energi kehidupan tak bertepi
Subhanallah...
Maha Suci Allah Yang Menciptakan Alam Duniawi...
Menumbuhkan rindu berapi-api akan Tanah Suci
Rindu ingin selalu beribadah tiada henti
Rindu melantunkan do'a dan mengadu pada-mu.
Menangis dan bermunajat kehadirat-Mu

Rindu pada harumnya Ka'bah yang mulia
Ingin bertawaf memuliakanmu
Rindu pada Safa Dan Marwa yang mengajarkan makna beribu pengorbanan Siti Hajar dan Nabi Ismail
Rindu air Zam-Zam-Mu yang mampu mengusir dahaga berjuta tamu-Mu yang datang ke rumah mulia-Mu

Ya Allah... Duhai  Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim, Al-Maalik, Al-Qudduus, As-Salaam...

Batinku bagai dimensi tak berbingkai
Saat diriku bersujud hina di hadapan Ka’bah...
Begitu dekat terasa dengan-Mu
Untaian do'a dengan menangis di Multazam, Tempat paling mustajab
Tempat semua doa akan terjawab
Dalam balutan kain putih
Bersama jiwa-jiwa lain yang merindu pada-Mu
Yang datang dengan totalitas hati jiwa dan raga
Untuk menjadi tamu-Mu

Dengan hati bergetar, lisan yang berucap ‘Labbaik Allaahumma labbaik, labbaika laa syariikalaka labbaik. Innalhamda wanni’mata, lakawal mulk, laa syariikalak.’ MenujuMu...Menyahut seruanMu.. Berakhir di pelukanMu...
Subhanallah...

Ya Allah,  Engkau mengundangku ke rumah agung-Mu
Kiblat umat muslim sepenjuru dunia
Mungkinkah Engkau memperkenankan aku datang bertamu lagi
Pada diri yang penuh peluh noda dan alfa
Dengan segenap kerinduan yang menggunung Aku akan datang lagi, dengan izin-Mu
Meski harus tertatih...
Meski harus menyeret langkah
Dengan serpihan cinta yang kurekatkan rapat-rapat
Aku ingin kembali
Menjadi tamu-Mu

Ya Allah, ya Robbi...
Betapa rindu aku ingin kembali...
Aku bagaikan petualang yang telah lama tidak pulang dan merasa ingin kembali...
Betapa aku berharap, kerinduan ini cukup untuk menghantarkanku ke Mekkah dan Madinah kembali
Tempat  Rasulullah, sang habibullah berawal dan berakhir...
Menyampaikan salam kepada Rasulullah di Raudhah...
Menyungkurkan taubatku di hadapan kesaksian Ka’bah
Tempat cahaya keislaman memancar dan menjadi ‘rahmatan lil ‘aalamin’...
Tempat terindah untuk dijadikan kiblat di setiap langkah mereka yang mengaku hamba Allah...
Dengan lantunan ayat suci qiyamullail yang menghidup nadi imanku...
Dengan salawat kerinduan pada kekasihMu yang mendamai ragaku...

Aku ingin bertemu kembali ya Rabbul ‘Izzati...
‘Labbaik Allaahumma labbaik, labbaika laa syariikalaka labbaik. Innalhamda wanni’mata, lakawal mulk, laa syariikalak.’ MenujuMu...Menyahut seruanMu.. Berakhir di pelukanMu...

Hingga kini masih kurasa rindu itu
Pada Tanah Haram bumi penuh berkah-Mu
Semoga Allah mengizinkan untuk datang bertamu
Sebelum badan dikandung tanah...

"Wahai Tuhan kami! Terimalah daripada kami (amal kami); sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar, lagi Maha mengetahui [al-Quran, al-Baqarah:127]

Ya Allah, izinkan aku kembali...

oleh : Muthi' Masfu'ah Ma'ruf  (Ketua Perempuan Penulis Gagas Citra Media dan Rumah Kreatif Salsabila)

Rabu, 21 Desember 2016

Siti Hajar, Wanita Teladan yang pertama tinggal di Masjidil Haram

Siti Hajar adalah istri Nabi Ibrahim dan ibu dari Nabi Ismail as. Ia merupakan seorang wanita yang dihormati dalam agama Islam. Sebagaimana dikemukakan dalam kisah sebelumnya, bahwa Hajar pada awalnya adalah seorang pelayanan yang dihadiahkan Raja Firaun kepada Sarah, istri nabiyullah Ibrahim as. Dalam sejarah disebutkan bahwa Hajar merupakan seorang tokoh wanita yang mulia, ibu Nabi yang sabar, dan istri Nabi yang merupakan satu umat, kendati sendirian, ia wanita mulia bagi Ibrahim as.

Kekasih Allah, Ibrahim as. sangat merindukan anak dan keturunan. Beliau berdoa kepada Allah swt, baik dengan cara pelan-pelan maupun terang-terangan, agar Allah memberi beliau anak yang saleh. Doanya ini kemudian direkam dalam al-Quran: “Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami keturunan yang saleh.”
Untuk menjawab doa Ibrahim as., Allah menakdirkan Ibrahim bertemu dengan Hajar, yang kemudian menjadi Ibu Nabi Ismail as., ibu orang-orang Arab, ibu umat terbaik yang dikeluarkan untuk umat manusia. Hajar dihormati sebagai ibu pemimpin yang sangat penting, karena melalui Nabi Ismail as., ia menurunkan Nabi Muhammad SAW.

Di rumah Ibrahim, Hajar mendengar apa saja yang dikatakan dan didakwahkan Ibrahim. Sungguh ucapan Ibrahim as. adalah ucapan indah yang masuk ke dalam jiwa dan meninggalkan bekas yang baik di hatinya. Hajar merasa rohnya bersinar dengan sinar Ilahi. Ia merupakan wanita yang sangat tulus kepada majikannya; mencintai majikan wanitanya, mengabdi kepadanya dengan sempurna, melihat banyak hal pada diri Sarah yang tidak ia lihat pada wanita-wanita lain.

Suatu saat, Hajar mendapati Sarah sedang berdiri mengerjakan shalat, ia mendengar Sarah membaca ungkapan yang tidak ia pahami. Hanya saja, Hajar merasa bahwa ada percikan cahaya yang jatuh berguguran ke dalam jiwanya, ia merasa bahwa kedamaian merasuk ke dalam hatinya. Setelah itu, dengan santun dan malu, Hajar menghampiri dan bertanya kepada majikannya yang ahli ibadah, wanita taat. Ia bertanya: “Majikanku, Tuhan apa yang engkau sembah?” Kemudian Sarah berkata kepada Hajar dengan keimanan orang-orang yang tekun beribadah dan cahaya keyakinan: “Wahai wanita yang baik, kami menyembah Allah, yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia. Dia adalah pencipta langit dan bumi, Tuhan segala sesuatu, Maha Pencipta, dan Pencipta segala sesuatu, Dia-lah yang menghidupkan dan yang mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Sarah mulai menanam benih-benih iman dan bibit-bibit keyakinan pada diri Hajar, yang jiwanya merespons isyarat-isyarat iman dari Sarah. Ia menyampaikan apa-apa yang didakwahkan oleh suaminya, Ibrahim as. Dari situlah cahaya iman benar-benar menutupi hati Hajar. Hajar merasa bahwa sentuhan cahaya halus menembus jiwanya dan menyentuh hatinya, ia merasa dekat dengan sumber-sumber kebaikan dan mata air cahaya. Sekarang ia merasakan kehangatan iman dan keagungan dalam berhubungan dengan Allah swt.
Singkat cerita, setelah Hajar melahirkan Ismail, Sarah mulai merasa cemburu, ia meminta Ibrahim untuk membawa mereka pergi darinya. Allah mengungkapkan kepada Ibrahim bahwa ia harus mengambil Hajar dan Ismail, dan membawa mereka ke Mekah. Akhirnya, Nabi Ibrahim pun membawa Hajar dan Ismail, namun kemudian meninggalkan mereka, dan kembali ke Palestina. Sebelum Nabi Ibrahim kembali ke Palestina, Hajar bertanya kepadanya: “Untuk siapa kau meninggalkan kami di lembah ini dan dibiarkan begitu saja? Apakah Allah memerintahkan Anda untuk melakukan hal ini?” Nabi Ibrahim menjawab: “Ya”. Hajar kemudian berkata: “Kalau begitu, Allah tidak akan menyebabkan kita hilang.”

Dalam kondisi seperti itu, Nabi Ibrahim berserah diri kepada perintah Tuhannya, dan ia tetap bersabar menanggung perpisahan dari istri dan anaknya. Kemudian ia berdoa: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim: 37).

Karena kelangkaan air di padang gurun, ibu dan anak itu menderita kehausan. Siti Hajar berlari antara bukit Shafa dan Marwah untuk mencari air untuk anaknya. Setelah tujuh kali berputar di antara dua bukit, malaikat muncul di hadapannya. Malaikat membantu dan mengatakan kepadanya bahwa Tuhan telah mendengar tangisan Ismail, dan Dia akan menyediakan mereka air. Pada saat itu, Allah mengeluarkan air dari tanah di mana tumit Ismail berbaring. Mata air itu kemudian bernama zam-zam, dan menjadi sumber air suci.
Peristiwa yang dijalaninya antara Bukit Shafa dan Marwah dikenang oleh umat Islam saat mereka menunaikan ibadah haji, yakni yang dinamakan dengan sya’i (berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah). Kegiatan ini merupakan bagian integral dari ibadah Haji dan Umrah, yang melambangkan Hajar mencari air untuk diberikan kepada putranya, Ismail.

Kegiatan ritual berlari kecil tersebut dimulai dari Bukit Shafa yang terletak sekitar setengah mil dari Kakbah. Sementara Marwah terletak sekitar 100 m (330 kaki) dari Kakbah. Jarak antara Shafa dan Marwah adalah sekitar 450 m (1.480 kaki), sehingga tujuh kali putaran berjumlah sekitar 3,15 km (1,96 mil). Itulah bentuk perjuangan seorang ibu demi keselamatan anaknya dari kehausan dan kelaparan di padang pasir. Atas kekuasaan Allah, air zam-zam ini tidak pernah habis dan tidak akan pernah habis selamanya hingga hari kiamat nanti.[Sumber Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag.]

Rabu, 14 Desember 2016

Rumah Sederhana Rasulullah saw

Selama ini kita hanya bisa membayangkan bagaimana kehidupan Rasulullah saw. dan para sahabat di kota Madinah. Bayang-bayang itu menemani kita saat membaca buku-buku sirah nabawiyah. Disebutkan masjid, rumah Rasulullah, rumah para sahabat, jalanan dan sebagainya. Kesederhanaanlah yang tampak paling jelas dalam bayangan kita itu.

Alangkah senangnya jika para ahli sirah nabawiyah berijtihad mevisualisasikan suasana kota Madinah dalam bentuk tiga dimensi (3D). Inilah yang dilakukan oleh pemerhati sirah nabawiyah sekaligus praktisi media asal Arab Saudi, Ahmad Al-Shugairi. Pemilik serial televisi dokumenter ‘Khawater’ ini berhasil membuat miniatur kota Madinah. Masjid Nabawi digambarkan dengan sangat jelas ukuran, kapasitas, dan bahan bangunannya. Bahkan rumah-rumah sahabat pun disebutkan dengan terperinci; di mana rumah Abu Bakar ra., Umar ra., dan sebagainya ditunjukkan dalam miniatur itu. Pembuatannya disesuaikan dengan teks-teks sejarah dalam sirah nabawiyah.
rumah rasul

Bila rumah beberapa orang sahabat diterangkan, tentulah rumah Rasulullah saw. disebutkan dengan lebih detail lagi. Rasulullah saw. memiliki beberapa rumah sesuai dengan jumlah istri beliau. Rumah-rumah itu dibangun di samping, bahkan menempel di Masjid Nabawi. Rumah-rumah nabi tersebut dibangun dengan bahan dari pelepah yang dicampur dengan tanah. Ada juga yang dibuat dari batu yang ditumpuk-tumpuk. Atapnya dari anyaman pelepah kurma. Lebar dan panjang satu rumah masing-masing berukuran 4.5 meter. Tinggi dindingnya 3 meter. Di dalam setiap rumah terdapat kamar berukuran panjang 3.5 meter, dan lebar 3 meter.

Sementara rumah Ibunda Aisyah memiliki dua pintu. Pintu barat, untuk jalan menuju masjid, dan pintu timur yang berada di lorong menuju rumah-rumah istri Rasulullah saw. yang lain. Pintu rumah-rumah itu berukuran lebar 0.7 meter, dan tinggi 1.5 meter. Seperti diceritakan Ibunda Aisyah, dalam kamar Rasulullah saw. terdapat tempat tidur yang terbuat dari pelepah kurma, sebuah bantal, dan kasur yang berisi ijuk.

Sangat jelas tampak kesederhanaan Rasulullah saw. dan keluarga. Sama sekali tidak terlihat kemewahan dalam kehidupan pemimpin dunia ini. Padahal dari rumah inilah rahmat disebarkan ke seluruh dunia. Rumah-rumah ini disebutkan dalam Al-Quran dengan istilah kamar-kamar. Bahkan menjadi nama sebuah surat, yaitu Surat Al-Hujurat.

Senin, 12 Desember 2016

Bilal, Sang Muadzin Rasulullah saw

Bilal, Sang Muadzzin

Kesedihan sebab ditinggal wafat oleh Rasulullah saw terus mengendap di hati Bilal. Dan kesedihan itu yang mendorongnya meninggalkan Madinah, dia bersama rombongan pasukan Fath Islamy berangkat menuju Syam, dan kemudian tinggal di Homs, Syria.

Sudah lama Bilal tak mengunjungi Madinah, hingga sampai pada suatu malam, Rasulullah hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya, "Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa ? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku ? Mengapa sampai seperti ini ?"
Image result for gambar masjid nabawi
Makam Rasulullah saw
Bilal pun bangun terperanjat, segera ia mempersiapkan perjalanan ke Madinah untuk berziarah ke makam Rasulullah. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Rasulullah. Setiba di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Rasulullah, kepada Sang Kekasih.

Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa mendekatinya. Keduanya adalah cucu Rasulullah Hasan dan Husein. Dengan mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua itupun memeluk kedua cucu Rasulullah tersebut.

Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal, "Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami ? Kami ingin mengenang kakek kami."

Ketika itu, Umar bin Khattab yang saat itu telah menjadi Khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan tersebut, dan beliaupun juga memohon kepada Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.

Bilal pun memenuhi permintaan itu.

Saat waktu shalat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Rasulullah masih hidup.

Mulailah dia mengumandangkan adzan.
Related image
Raudhah
Saat lafadz Allahu Akbar dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun - tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok Nan Agung, suara yang begitu dirindukan itu telah kembali.

Ketika Bilal meneriakkan kata 'Asyhadu an laa ilaha illallah', seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sambil berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar.

Dan saat bilal mengumandangkan 'Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah', Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan. Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Rasulullah, Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai. Hari itu madinah mengenang masa saat masih ada Rasulullah diantara mereka.

Hari itu adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rasulullah wafat. Adzan yang telah menerbitkan rasa kerinduan penduduk Madinah kepada Rasulullah. Adzan yang tak bisa dirampungkan.

Dan pada saat itu, Kota Madinah banjir oleh air mata kerinduan kepada Rasulullah. 

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ 

Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama shollaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid. Allahumma barik ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama barokta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid.” 

[Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah keberkahan kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi keberkahan kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia].

Rabu, 16 November 2016

Menag : Alhamdulillah Raja Salman Batalkan Biaya Visa Haji dan Umrah

Pemerintah Arab Saudi membatalkan kebijakan penerapan visa haji dan umrah. Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin mengapresiasi hal ini.

"Alhamdulillah, Raja Salman (Saudi Arabia) batalkan biaya visa haji & umrah," tulis Lukman lewat akun Twitter-nya @lukmansaifuddin seperti dikutip dari situs kemenag, Kamis (17/11/2016).
Dikutip dari situs resmi Kementerian Agama, pengumuman pembatalan ini resmi disampaikan Raja Salman dan diwartakan oleh seluruh media di Arab Saudi.
Lukman mengapresiasi pembatalan kebijakan penerapan visa haji dan umrah yang diberlakukan pemerintah Arab Saudi dua bulan terakhir ini. Kebijakan baru ini diharapkan dia akan mempermudah jemaah Indonesia yang akan beribadah ke Tanah Suci.

"Kita semua bersyukur dengan pembatalan pengenaan biaya visa bagi jemaah haji dan umrah. Kami mengapresiasi kebijakan tersebut karena tidak akan menjadi kendala bagi mereka yang akan menunaikan ibadah ke Tanah Suci," kata Lukman.

Senada dengan Menag, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil juga bersyukur dengan adanya pembatalan kebijakan ini. Menurutnya, keputusan itu sudah sesuai dengan harapan negara pengirim jemaah haji dan umrah.

"Awal November, menteri agama bersurat kepada pemerintah Kerajaan Arab Saudi untuk mengecualikan jemaah umrah dari ketentuan membayar 2.000 SAR," ucapnya. (bar/aan)

Selasa, 15 November 2016

Panduan Ibadah Umroh sesuai Sunnah




Pertama:

Jika seseorang akan melaksanakan umrah, dianjurkan untuk mempersiapkan diri sebelum berihram dengan mandi sebagaimana seorang yang mandi junub, memakai wangi-wangian yang terbaik jika ada dan memakai pakaian ihram.

Kedua:

Pakaian ihram bagi laki-laki berupa dua lembar kain ihran yang berfungsi sebagai sarung dan penutup pundak. Adapun bagi wanita, ia memakai pakaian yang telah disyari’atkan yang menutupi seluruh tubuhnya. Namun tidak dibenarkan memakai cadar/ niqab (penutup wajahnya) dan tidak dibolehkan memakai sarung tangan.

Ketiga:

Berihram dari miqat untuk dengan mengucapkan:

لَبَّيْكَ عُمْرَةً

“labbaik ‘umroh” (aku memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah).

Keempat:

Jika khawatir tidak dapat menyelesaikan umrah karena sakit atau adanya penghalang lain, maka dibolehkan mengucapkan persyaratan setelah mengucapkan kalimat di atas dengan mengatakan,

اللَّهُمَّ مَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي

“Allahumma mahilli haitsu habastani” (Ya Allah, tempat tahallul di mana saja Engkau menahanku).

Dengan mengucapkan persyaratan ini—baik dalam umrah maupun ketika haji–, jika seseorang terhalang untuk menyempurnakan manasiknya, maka dia diperbolehkan bertahallalul dan tidak wajib membayar dam (menyembelih seekor kambing).

Kelima:

Tidak ada alat khusus untuk berihram, namun jika bertepatan dengan waktu shalat wajib, maka shalatlah lalu berihram setelah shalat.

Keenam:

Setelah mengucapkan “talbiah umrah” (pada poin ketiga), dilanjutkan dengan membaca dan memperbanyak talbiah berikut ini, sambil mengeraskan suara bagi laki-laki dan lirih bagi perempuan hingga tiba di Makkah:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَك لَبَّيْكَ ، إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَك وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَك

“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan ni’mata, laka wal mulk, laa syariika lak”. (Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu,  aku menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu).

Ketujuh:

Jika memungkinkan, seseorang dianjurkan untuk mandi sebelum masuk kota Makkah.

Kedelapan:

Masuk Masjidil Haram dengan mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid:

اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.

“Allahummaf-tahlii abwaaba rohmatik” (Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu).[1]

Kesembilan:

Menuju ke Hajar Aswad, lalu menghadapnya sambil membaca “Allahu akbar” atau “Bismillah Allahu akbar” lalu mengusapnya dengan tangan kanan dan menciumnya. Jika tidak memungkinkan untuk menciumnya, maka cukup dengan mengusapnya, lalu mencium tangan yang mengusap hajar Aswad. Jika tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka cukup dengan memberi isyarat kepadanya dengan tangan, namun tidak mencium tangan yang memberi isyarat. Ini dilakukan pada setiap putaran thawaf.

Kesepuluh:

Kemudian, memulai thawaf umrah 7 putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad pula. Dan disunnahkan berlari-lari kecil pada 3 putaran pertama dan berjalan biasa pada 4 putaran terakhir.

Kesebelas:

Disunnahkan pula mengusap Rukun Yamani pada setiap putaran thawaf. Namun tidak dianjurkan mencium rukun Yamani. Dan apabila tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka tidak perlu memberi isyarat dengan tangan.

Keduabelas:

Ketika berada di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad, disunnahkan membaca,

رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Robbana aatina fid dunya hasanah, wa fil aakhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” (Ya Rabb kami, karuniakanlah pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta selamatkanlah kami dari siksa neraka). (QS. Al Baqarah: 201)

Ketigabelas:

Tidak ada dzikir atau bacaan tertentu pada waktu thawaf, selain yang disebutkan pada no. 12. Dan seseorang yang thawaf boleh membaca Al Qur’an atau do’a dan dzikir yang ia suka.

Keempatbelas:

Setelah thawaf, menutup kedua pundaknya, lalu menuju ke makam Ibrahim sambil membaca,

وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى

“Wattakhodzu mim maqoomi ibroohiima musholla” (Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat) (QS. Al Baqarah: 125).

Kelimabelas:

Shalat sunnah thawaf dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim[2], pada rakaat pertama setelah membaca surat Al Fatihah, membaca surat Al Kaafirun dan pada raka’at kedua setelah membaca Al Fatihah, membaca surat Al Ikhlas.[3]

Keenambelas:

Setelah shalat disunnahkan minum air zam-zam dan menyirami kepada dengannya.

Ketujuhbelas:

Kembali ke Hajar Aswad, bertakbir, lalu mengusap dan menciumnya jika hal itu memungkinkan atau mengusapnya atau memberi isyarat kepadanya.

Sa’i Umrah

Kedelapanbelas:

Kemudian, menuju ke Bukit Shafa untuk melaksanakan sa’i umrah dan jika telah mendekati Shafa, membaca,

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ

“Innash shafaa wal marwata min sya’airillah”  (Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah) (QS. Al Baqarah: 158).

Lalu mengucapan,

نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ

“Nabda-u bimaa bada-allah bih”.

Kesembilanbelas:

Menaiki bukit Shafa, lalu menghadap ke arah Ka’bah hingga melihatnya—jika hal itu memungkinkan—, kemudian membaca:

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ  (3x)

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ

“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. (3x)

Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.”[4]

Keduapuluh:

Bacaan ini diulang tiga kali dan berdoa di antara pengulangan-pengulangan itu dengan do’a apa saja yang dikehendaki.

Keduapuluhsatu:

Lalu turun dari Shafa dan berjalan menuju ke Marwah.

Keduapuluhdua:

Disunnahkan berlari-lari kecil dengan cepat dan sungguh-sungguh di antara dua tanda lampu hijau yang beada di Mas’a (tempat sa’i) bagi laki-laki, lalu berjalan biasa menuju Marwah dan menaikinya.

Keduapuluhtiga:

Setibanya di Marwah, kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan di Shafa, yaitu menghadap kiblat, bertakbir, membaca dzikir pada no. 19 dan berdo’a dengan do’a apa saja yang dikehendaki, perjalanan (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu putaran.

Keduapuluhempat:

Kemudian turunlah, lalu menuju ke Shafa dengan berjalan di tempat yang ditentukan untuk berjalan dan berlari bagi laki-laki di tempat yang ditentukan untuk berlari, lalu naik ke Shafa dan lakukan seperti semula, dengan demikian terhitung dua putaran.

Keduapuluhlima:

Lakukanlah hal ini sampai tujuh kali dengan berakhir di Marwah.

Keduapuluhenam:

Ketika sa’i, tidak ada dzikir-dzikir tertentu, maka boleh berdzikir, berdo’a, atau membaca bacaan-bacaan yang dikehendaki.

Keduapuluhtujuh:

Jika membaca do’a ini:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ

“Allahummaghfirli warham wa antal a’azzul akrom” (Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah), tidaklah mengapa  karena telah diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya mereka membacanya ketika sa’i.

Keduapuluhdelapan:

Setelah sa’i, maka bertahallul dengan memendekkan seluruh rambut kepala atau mencukur gundul, dan yang mencukur gundul itulah yang lebih afdhal. Adapun bagi wanita, cukup dengan memotong rambutnya sepanjang satu ruas jari.

Keduapuluhsembilan:

Setelah memotong atau mencukur rambut, maka berakhirlah ibadah umrah dan Anda telah dibolehkan untuk mengerjakan hal-hal yang tadinya dilarang ketika dalam keadaan ihram.

Demikianlah ringkasan amalan umrah yang merupakan faedah dari Buku “Petunjuk Praktis Manasik Haji dan Umrah”, penulis Abu Abdillah, terbitan Darul Falah.

@ 4 Dzulqo’dah 1431 H, in King Saud University, Riyadh, KSA

Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id


[1] Do’a masuk masjid dan keluar masjid sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Sa’id:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ

“Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah, ‘Allahummaftahlii abwaaba rohmatik’ (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid, ucapkanlah: ‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya Allah, aku memohon pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR. Muslim no. 713)

[2] Yang dimaksud Maqam Ibrahim, yaitu tempat berdiri Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ketika membangun Ka’bah, bukan kuburan beliau. Shalat di belakang Maqam Ibrahim jika kondisinya memungkinkan. Adapun jika tidak memungkinkan karena dipadati oleh orang-orang yan thawaf atau yang mengerjakan shalat, maka boleh shalat di tempat mana pun di dalam Masjidil Haram.

[3] Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang amat panjang disebutkan,

فجعل المقام بينه وبين البيت [ فصلى ركعتين : هق حم ] فكان يقرأ في الركعتين : ( قل هو الله أحد ) و ( قل يا أيها الكافرون ) ( وفي رواية : ( قل يا أيها الكافرون ) و ( قل هو الله أحد

“Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan maqom Ibrahim antara dirinya dan Ka’bah, lalu beliau laksanakan shalat dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut, beliau membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun). Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau membaca Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas).” (Disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 56)

[4] HR. Muslim no. 1218.



Sumber: http://muslim.or.id/9534-panduan-umrah.html

Sabtu, 01 Oktober 2016

Gua Tsur Penggalan Kisah Hijrah, Bukti Keimanan dan Kecintaan Seorang Sahabat

Di gua Tsur wajah Abu Bakar r.a. pucat pasi. Langkah kaki para pemuda Quraisy tidak lagi terdengar samar. Tak terasa tubuhnya bergetar hebat, betapa tidak, dari celah gua Tsur ia mampu melihat para pemburu itu berada di atas kepalanya. Setengah berbisik berkatalah Abu Bakar, "Wahai Rasul Allah, jika mereka melihat ke kaki-kaki mereka, sesungguhnya mereka pasti melihat kita berdua". Rasulullah memandang Abu Bakar penuh makna. Ditepuknya punggung sahabat dekatnya ini pelan sambil berujar "Janganlah engkau kira, kita hanya berdua. Sesungguhnya kita bertiga, dan yang ketiga adalah Dia, Allah SWT, Yang Maha Mengenggam Kekuasaan".
Sejenak ketenangan menyapa Abu Bakar. Sama sekali ia tidak mengkhawatirkan keselamatannya. Kematian baginya bukan apa-apa, ia hanya lelaki biasa. Sedang, untuk lelaki mulia yang kini dekat di sampingnya, keselamatan di atas mati dan hidupnya. Bagaimana Madinah jika harus kehilangan purnama. Bagaimana dunia tanpa benderang penyampai wahyu. Sungguh, ia tak gentar dengan tajam mata pedang para pemuda Quraisy, yang akan merobek lambung serta menumpahkan darahnya. Sungguh, ia tidak khawatir runcing anak panah yang akan menghunjam setiap jengkal tubuhnya. Ia hanya takut... mereka membunuh Muhammad SAW.

Berdua mereka berhadapan, dan sepakat untuk bergantian berjaga. Abu Bakar memandang wajah syahdu di depannya dalam hening. Setiap guratan di wajah indah itu ia perhatikan seksama. Kelelahan yang mendera setelah berperjalanan jauh, seketika seperti ditelan kegelapan gua. Hanya ada satu nama yang berdebur dalam dadanya, CINTA... Sejeda kemudian, Muhammad tertidur di pangkuan Abu Bakar. Dalam senyapnya malam, wajah Abu Bakar muram. Ia teringat perlakuan orang-orang Quraisy yang memburu Purnama Madinah seperti memburu hewan buruan. Sebuah kuntum azzam memekar di kedalaman hatinya, begitu semerbak. "Selama hayat berada dalam raga, aku Abu Bakar, akan selalu berada di sampingmu, untuk membelamu dan tak akan membiarkan siapapun mengganggumu".

Gua Tsur itu begitu dingin dan remang-remang. Tiba-tiba saja, seekor ular mendesis-desis perlahan mendatangi kaki Abu Bakar yang terlentang. Abu Bakar menatapnya waspada, ingin sekali ia menarik kedua kakinya untuk menjauh dari hewan berbisa ini. Namun, keinginan itu dienyahkannya dari benak, tak ingin ia mengganggu tidur nyaman Rasulullah. Bagaimana mungkin, ia tega membangunkan kekasih yang sangat kelelahan itu. Abu Bakar meringis ketika ular itu menggigit pergelangan kakinya, tapi kakinya tetap saja tak bergerak sedikitpun. Dan ular itu pergi setelah beberapa lama. Dalam hening, sekujur tubuhnya terasa panas. Bisa ular segera menjalar cepat. Abu Bakar menangis diam-diam. Rasa sakit itu tak dapat ditahan lagi. Tanpa sengaja, air matanya menetes mengenai pipi Rasulullah yang tengah berbaring. Abu Bakar menghentikan tangisannya, kekhawatirannya terbukti, Rasulullah terjaga dan menatapnya penuh rasa ingin tahu.

"Wahai hamba Allah, apakah engkau menangis karena menyesal mengikuti perjalanan ini" suara Rasulullah memenuhi udara Gua Tsur.

"Tentu saja tidak, saya ridha dan ikhlas mengikutimu kemana pun" potong Abu Bakar masih dalam kesakitan.

"Lalu mengapakah, engkau meluruhkan air mata?"

"Seekor ular baru saja menggigit saya wahai putra Abdullah, dan bisanya menjalar begitu cepat"
Rasulullah menatap Abu Bakar penuh keheranan, tak seberapa lama bibirnya bergerak "Mengapa engkau tidak menghindarinya?"

"Saya khawatir membangunkanmu dari lelap" jawab Abu Bakar. Ia kini menyesal karena tidak dapat menahan air matanya hingga mengenai pipi Rasulullah.

Saat itu air mata bukan milik Abu Bakar saja. Selanjutnya mata Rasulullah berkabut dan bening air mata tergenang di pelupuknya. Betapa indah sebuah ukhuwah.

"Sungguh bahagia, aku memiliki seorang seperti mu wahai putra Abu Quhafah. Sesungguhnya Allah sebaik-baik pemberi balasan". Tanpa menunggu waktu, dengan penuh kasih sayang, Rasulullah meraih pergelangan kaki yang digigit ular. Dengan mengagungkan nama Allah, Nabi mengusap bekas gigitan itu dengan ludahnya. Maha suci Allah, seketika rasa sakit itu tak lagi ada. Abu Bakar segera menarik kakinya karena malu.

"Bagaimana mungkin, mereka para kafir tega menyakiti manusia seperti mu. Bagaimana mungkin?" nyaring hati Abu Bakar kemudian.

Gua Tsur kembali ditelan senyap. Kini giliran Abu Bakar yang beristirahat dan Rasulullah berjaga. Dan, Abu Bakar menggeleng kuat-kuat ketika Rasulullah menawarkan pangkuannya. Tak akan rela, dirinya membebani pangkuan penuh berkah itu.

----
Abu Bakar adalah lelaki pertama yang memeluk Islam dan juga salah satu sahabat terdekat Rasulullah. Kisah tadi terjadi pada saat ia menemani Rasulullah berhijrah menuju Madinah dan harus menginap di Gua Tsur selama tiga malam. Menemani Nabi untuk berhijrah adalah perjalanan penuh rintang. Ia sungguh tahu akibat yang akan digenggamnya jika misi ini gagal. Namun karena cinta yang berkelindan di kedalaman hatinya begitu besar, Abu Bakar dengan sepenuh jiwa, raga dan harta, menemani sang Nabi pergi.

Kekokohan imannya terlihat ketika Madinah kelabu karena satu kabar bahwa Nabi telah wafat. Banyak manusia terlunta dan larut dalam lara yang sempurna. Bahkan Umar murka dan tidak mempercayai kenyataan yang ada. Saat itu Abu Bakar tampil mengingatkan seluruh sahabat dan menggaungkan satu khutbah yang mahsyur "Ketahuilah, siapa yang menyembah Muhammad, maka ia telah meninggal dunia. Dan sesiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah tidak mati".

Kepergian sang tercinta, tidak menyurutkan keimanan dalam dadanya. Ketiadaan Rasulullah, jua tak memadamkan gebyar semangat untuk terus menegakkan pilar-pilar Islam yang telah dipancangkan. Abu Bakar wafat pada usia 63 tahun, pada saat perang atas bangsa Romawi di Yarmuk berkecamuk dengan kemenangan di tangan Muslim. Hidup Abu Bakar berhenti sampai di sana, namun selanjutnya manusia yang menurut Rasulullah menjadi salah seorang yang dijamin masuk surga, terus saja mengharumkan sejarah sampai detik sekarang. Ia mencintai Nabinya melebihi dirinya sendiri.

Begitulah Sepenggal Kisah Cinta Seorang Sahabat kepada Nabi-nya.

source: 1001 Kisah Teladan.

Bagi sahabat yang ingin mengunjungi Gua Tsur, dan menziarahi tempat-tempat yang menjadi sejarah ke-Nabi-an, segera daftarkan ke PT Safana Nabilla Wisata, kami memberikan pelayanan terbaik dengan harga terjangkau.

Rabu, 28 September 2016

TIPS UMROH NYAMAN DI SAAT MUSIM DINGIN


Negara arab saudi mempunyai dua musim, musim panas dan dingin. Berbeda dengan di Indonesia, di saudi perubahan cuasa cukup ekstrim. Musim panas bisa mencapai 55 derajat sedangkan musim dingin berkisar nol sampai minus 10 derajat celcius. Berbeda dengan musim panas, orang Indonesia biasa mengalaminya meskipun tidak sepanas di Saudi, akan tetapi musim dingin yang ekstrem dengan kelembaban yang rendah yaitu 24 % (sangat kering), maka  Khusus musim dingin  ini jamaah haji Indonesai harus bisa menyesuaikan diri. Berikut Tips Umroh Nyaman di saat Musim Dingin

Sengatan dingin bagi jamaah umroh yang berasal dari daerah maupun mereka yang telah terbiasa dengan cuaca dingin, suhu di Tanah Suci pada bulan September hingga Maret nanti mungkin tak akan menjadi persoalan serius. Namun bagi jamaah umroh dari Indonesia pada umumnya, suhu udara yang kadang dapat mencapai minus dua derajat celcius di Tanah Suci Mekkah dan Madinah akan menjadi kendala yang sangat serius.



Serangan hawa dingin dan hembusan angin kencang akan dialami jamaah umroh semenjak menapakkan kaki baik di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, Madinah Al Munawarrah, dan tentunya Mekkah Al Mukarramah. Selain cuaca dingin  dengan kelembaban yang rendah, tiupan angin yang terasa kering dan lebih kencang dari biasanya terasa sampai menusuk ke tulang. Kondisi itu akan memuncak menjelang pagi hari dan di malam hari.

Untuk menghadapi cuaca dingin selama ibadah umroh di Tanah Suci, sebaiknya sebelum berangkat hendaknya jamaah umroh mempersiapkan diri jauh–jauh hari sebelum hari keberangkatan. Selain persiapan fisik dan mental, juga perlu mengetahui kondisi kesehatan serta obat–obatan apa yang diperlukan di dalam perlengkapan umroh yang harus dibawa. Dengan begitu diharapkan dapat mengantisipasi keadaan dingin di Mekkah dan Madinah nantinya.

Persiapan fisik menghadapi musim dingin sejak di Tanah Air dapat dimulai dengan membiasakan diri berolah raga maupun lari pagi, atau setidaknya hanya sekedar jalan kaki setelah Shalat Subuh secara teratur, serta mengatur pola asupan makanan dengan gizi yang seimbang.

Umroh dan Haji memang sedikit berbeda dengan amal ibadah lainnya, hampir 70 % ibadah umroh yang dilaksanakan di kota Mekkah diisi dengan kegiatan yang memerlukan kekuatan fisik. Meskipun jarak hotel yang dekat, namun jamaah tetap harus berjalan minimal 50 hingga 200 meter menuju dan sepulang dari masjidil haram maupun masjid nabawi. Atau saat jamaah umroh mengambil miqat keluar tanah haram, thawaf, sa’i, hingga selesai tahallul, semua membutuhkan kekuatan fisik. Berdesakan dengan jamaah lain saat thawaf dan mencium hajar aswad serta perjalanan sa’i di dalam masjidil haram juga cukup menguras banyak energi. Ditambah lagi saat jamaah memasuki area Raudhah di Masjid Nabawi untuk merasakan nikmat nya taman surga. Karena itulah fisik yang prima sangat diperlukan.

Salah satu Panduan Ke Tanah Suci saat Musim Dingin dan upaya menghadapi cuaca dingin di kota Mekkah dan Madinah adalah dengan membawa perlengkapan yang merupakan “senjata perlawanan” untuk bisa menahan hawa dingin seperti sweeter, jaket tebal, kaus kaki, masker, serta penutup kepala. Banyak juga dari jamaah umroh asal Indonesia yang membawa sebo (peci kuncung penutup kepala hingga leher, dimana yang terbuka hanya pada bagian wajah ). Ini juga menjadi senjata yang mampu diandalkan untuk menahan dingin.

Obat ataupun obat herbal anti masuk angin juga kadang kala diperlukan, banyak juga jamaah umroh yang melawan masuk angin dengan therapi tradisional, kerik’an. Siapkan obat batuk dan pilek atau pun flu. Cara yang cukup efektif menghindari kulit kering dan bersisik dapat dengan membawa krim pelembab. Lipgloss juga efektif untuk menghindari bibir pecah-pecah, atau dapat pula diganti dengan madu dengan cara mengoleskannya di bibir sebelum keluar dari hotel di dekat masjidil haram.

Semua jenis obat–obatan, pelembab, maupun madu memang dapat dengan mudah diperoleh di toko–toko farmasi di dekat masjidil haram ( Mekkah) maupun masjid nabawi (Madinah), namun alangkah baiknya apabila perlengkapan yang harus dibawa jamaah umroh tersebut dipersiapkan dari tanah air. Selain menghindari kesulitan berkomunikasi, serta tidak membuang waktu yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk beribadah, juga dapat meminimalisir biaya umroh. Jika keluhan kesehatan berlanjut, jangan segan untuk segera menghubuingi muthawif (guide) maupun pembimbing umroh dari biro travel. Untuk mendapatkan penanganan lebih intensif di pusat kesehatan terdekat

Gunakan pakaian yang dapat melindungi tubuh dari udara dingin. Selalu bawa jaket (bisa juga memakai pakaian beberapa lapis), kaos kaki dan penutup kepala di tas tentengan

Pada umumnya suhu udara saat jamaah umroh berada di Madinah Al Munawarrah terasa lebih dingin dibandingkan dengan suhu kota Makkah. Pada saat menjelang adzan Subuh suhu udara dan ditambah dengan kecepatan hembusan angin membuat cuaca dingin terasa sangat menusuk,  sebaiknya bagi jamaah yang ignin beribadah sholat subuh masjid nabawi, berangkatlah lebih awal, supaya mendapatkan tempat di dalam bangunan masjid karena apabila terlambat sedikit saja, jamaah terpaksa melaksanakan shalat di area pelataran masjid, yang dinginnya akan lebih menyiksa.

Walaupun cuaca dingin, namun di siang hari, suhu relatif tetap hangat. Namun terpaan sinar matahari secara langsung, ditambah dengan angin kencang membuat ancaman Dehidrasi (kekurangan cairan) dapat terjadi tanpa disadari. Perbanyak mimum air putih maupun Air zam-zam, mata air dari surga yang dengan mudah di dapati dalam maupun sekitar area di masjidil Haram maupun Masjid Nabawi. Atau lebih baik jika jamaah membawa tempat minum berukuran 600 ml, atau untuk persiapan dikala ibadah thawaf .

Asupan Makanan juga salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh Safana Tour, untuk selalu menjaga keseimbangan makanan yang nantinya akan bermuara pada stamina fisik para jamaah umroh. Dengan menu masakan yang sesuai dengan selera jamaah Indonesia pada umumnya, dan penyajian yang tepat waktu membuat semua aspek benar-benar kami perhatikan.”Makanlah dengan logika jangan menggunakan perasaan”. Itulah nasihat yang sering kami tekankan kepada para jamaah Umroh dan Haji.

Nasihat itu sebenarnya bertujuan agar kita harus tetap makan dengan makanan bergizi yang telah disajikan. Mempergunakan logika, berarti bahwa jika jamaah kelelahan atau karena saking asyiknya berbelanja memilih oleh–oleh di toko–toko sekitar masjid, terutama saat di kota Mekkah, sering mengabaikan waktu makan, hingga terlambat makan atau bahkan tidak memakannya sama sekali. Kondisi semacam ini dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan jamaah. Akan sangat fatal jika hanya karena masalah makanan rencana perjalanan umroh jadi berantakan.

Berikut Rangkuman tips Panduan Ke Tanah Suci saat Musim Dingin Mekkah :

1) Setelah bangun pagi, usahakan melakukan kegiatan fisik ringan misalnya peregangan, lari pagi atau minimal jalan-jalan kecil setelah shalat subuh.
2) Gunakan pakaian yang dapat melindungi tubuh dari udara dingin. Selalu bawa jaket (bisa juga memakai pakaian beberapa lapis), kaos kaki dan penutup kepala di tas tentengan
3) Jika perlu, gunakan krim pelembab untuk melindungi kulit dari kekeringan sekaligus mengurangi penguapan air dari tubuh melalui kulit. Bisa juga menggunakan pelembab bibir agar tidak pecah-pecah
4) Mandi dan minum denga air hangat. Beberapa hotel dan penginapan selalu menyediakan
5) Gunakan masker yang dilembabkan (dikompres air) untuk menghindari pembuluh darah yang pecah di hidung akibat kekeringan udara.
6) Di Madinah suhu udara lebih dingin daripada di Mekkah, usahakan anda shalat di dalam masjid dengan berangkat lebih awal. Karena jika tertinggal, akan dapat tempat shalat di luar masjid dengan suhu yang dingin.
7) Khusus Di Mekah, suhu lebih dingin ketika di Mina, Muzdalifah, dan Arafah karena berupa lapangan terbuka. Sebaiknya lebih mempersiapkan diri.

Itulah beberapa Panduan Ke Tanah Suci saat Musim Dingin yang bisa di gunakan saat Beribadah di tanah suci mekkah. Semoga bermanfaat.

Rabu, 21 September 2016

Benang Merah Pelaksanaan Haji, Resmi dan Ilegal

Setiap musim pelaksanaan Ibadah Haji, pasti kita mendengar beberapa kasus yang menimpa calon jamaah haji, diantaranya : uang calon jamaah haji dibawa kabur oleh biro travel, gagal berangkat karena visa tidak keluar, berangkat dari tanah air tapi tidak sampai ke Tanah Suci dan yang akhir-akhir ini menghebohkan berita di Tanah Air adalah sebanyak 177 calon Jamaah Haji Indonesia digagalkan berangkat haji karena menggunakan Passport (Palsu) Filipina. Hal ini dapat kita pahami karena melaksanakan Ibadah Haji, yang merupakan bagian dari Rukun Islam yang ke 5, adalah cita-cita setiap muslim, karena dengan melaksanakan Ibadah Haji berarti setiap muslim telah menyempurnakan Rukun Iman-nya.

Sebagian besar masyarakat Indonesia tentunya bertanya-tanya bagaimana sebenarnya seluk-beluk pengelolaan Ibadah Haji, sehingga setiap tahun selalu terjadi berbagai masalah yang disebutkan di-atas. Dan ini menjadi tugas utama dari Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama R.I. qq Direktorat Jendral Haji dan Umroh untuk memberikan sosialisasi dengan intensif kepada Umat Islam Indonesia, agar tidak lagi terjadi hal-hal yang merugikan umat Islam.

Pemerintah Arab Saudi, sebagai Pelayan 2 Tanah Suci (Hodimul Haramain), Makkah dan Madinah, secara otomatis menjadi Regulator dalam Pengelolaan Ibadah Haji Internasional. Tentunya dengan semakin bertambahnya jumlah umat Islam di dunia, terakhir sekitar 1,5 Milyar penduduk dunia adalah Umat Islam, dan semakin meningkatnya kesadaran keagamaan Umat Islam di dunia semakin besar pula jumlah umat Islam yang ingin menunaikan Ibadah Haji. Sementara dengan keterbatasan yang ada, meliputi tempat pelaksanaan Ibadah Haji (Arofah, Mina dan Masjidil Haram), Akomodasi Hotel dan Jadwal Penerbangan serta waktu pelaksanaan Ibadah Haji yang memang hanya waktu tertentu. Saat ini, sekitar 3 juta jamaah haji yang bisa dilayani untuk setiap tahunnya.

Pemerintah Arab Saudi selalu berusaha untuk melakukan beberapa perbaikan dan pembangunan untuk menambah jumlah jamaah haji yang bisa dilayani setiap tahunnya, misalnya renovasi Masjidil Haram agar bisa menampung lebih banyak jamaah dalam melaksanakan Thawwaf dan Sa’i. Penambahan Armada Bus, sebagai sarana transportasi untuk memindahkan jamaah haji dalam waktu yang singkat dari 3 lokasi yang berbeda, Mina-Arofah-Mudzalifah-Mina dan Masjidil Haram, terakhir sedang dibangun jalur kereta untuk lebih meningkatkan kelancaran pemindahan jamaah haji.
Dari 3 juta orang kuota jamaah haji yang bisa dilayani saat ini, Pemerintah Arab Saudi membaginya kepada setiap negara secara proporsional, termasuk kepada penduduk Arab Saudi sendiri. Jika Jumlah Umat Islam di seluruh dunia sebanyak 1,5 Milyar, asumsi dibagi rata, maka setiap 500 orang umat Islam berhak mendapatkan 1 kuota jamaah haji. Berdasarkan hal di-atas, Kuota Haji setiap negara (yang ada penduduknya ber-agama Islam) ditentukan.

www.safanatour.com


Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, selama ini mendapatkan kuota haji sebanyak 210 ribu orang. Tapi karena adanya renovasi di masjidil haram, 3 tahun terakhir kuota haji Indonesia dipotong menjadi sekitar 180 ribu orang. Karena di Indonesia ada 2 pengelolaan Jamaah Haji, yaitu Haji Reguler, pengelolaan haji dilaksanakan oleh Kementerian Agama R.I. qq Direktorat Haji dan Umroh dan Haji Khusus, yaitu pengelolaan haji yang dilaksanakan oleh Biro Travel Haji yang telah ditetapkan dengan diberi izin sebagai PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus), maka kuota 180 orang haji dibagi 90% atau sekitar 162 ribu untuk Haji Reguler dan 10% atau sekitar 18 ribu untuk Haji Khusus. Sehingga dengan pemotongan kuota ini, antrian jamaah haji semakin panjang, rata-rata sekitar 15 tahun, tergantung daerahnya (Kabupaten/Kota) untuk Haji Reguler, dan sekitar 4 tahun untuk Haji Khusus.

Kondisi semakin lama-nya antrian pelaksanaan Ibadah Haji ini membuka peluang pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, menjanjikan kepada masyarakat muslim bila mendaftar haji melalui mereka dapat langsung berangkat tanpa antrian. Tentunya hal ini adalah hal yang menggembirakan terutama bagi umat Islam yang sudah lanjut usia. Lantas bagaimana sebenarnya pihak-pihak yang menjanjikan tersebut dapat memberangkatkan calon jamaah haji tanpa antrian.

Sebelum kita membahas bagaimana cara pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, bisa menjanjikan memberangkatkan calon Jamaah haji tanpa antrian, masyarakat harus mengetahui dulu prosedur pendaftaran dan pemberangkatan Jamaah Haji yang berdasarkan kuota haji resmi dari Pemerintah, baik Haji Reguler maupun Haji Khusus.

Prosedur Pendaftaran Haji Reguler, yang pengelolaannya oleh Kementerian Agama R.I. qq Direktorat Jenderal Haji dan Umroh :
  1. Calon Jamaah Haji Buka tabungan di bank penerima setoran minimal Rp 25 juta;
  2. Bawa buku tabungan ke Kankemenag Kabupaten/Kota domisili;
  3. Bawa beberapa syarat antara lain KTP, Surat Keterangan Sehat, Pas Foto 4x6 (10 lbr);
  4. Sampai di kemenag daftar dengan mengisi SPPH (Surat Permohonan Pergi Haji);
  5. Setelah itu SPPH yang sudah ditandtangani petugas dibawa ke bank;
  6. Sampai di bank serahkan SPPH dan bank akan mendebet rekening yang Rp 25 juta tadi;
  7. Selanjutnya bank akan memberikan hari itu juga print out bukti setoran awal Rp 25 juta yang didalamnya ada Nomor Porsi; atau disebut BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji)
  8. Setelah itu printout itu bawa ke Kankemenag kembali untuk registrasi;
  9. Selanjutnya esok hari lihat di www.haji.kemenag.go.id dengan memasukkan nomor porsi untuk melihat perkiraan tahun keberangkatan;
  10. Jika error hubungi bagian Pendaftaran Haji Kemenag Pusat 021-34833924.

Prosedur Pendaftaran Haji Khusus, yang pengelolaannya oleh Biro Travel PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) :

www.safanatour.com

  1. Calon Jamaah Haji mendatangi Biro Travel Haji yang sudah ditetapkan sebagai PIHK dapat dilihat di website Kementerian Agama R.I., contoh PT Safana Nabilla Wisata (Safana Tour) yang telah ditetapkan sebagai PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus);
  2. Biro Travel PIHK (Safana Tour) akan memberikan penjelasan persyaratan yang dibutuhkan oleh calon Jamaah Haji, antara lain, KTP, Surat Keterangan Sehat dan Pas Foto 4x6 (10 Lbr) dll.;
  3. Persyaratan yang telah lengkap akan dibawa oleh Petugas Travel Haji (Safana Tour) ke Kanwil Kementerian Agama R.I. untuk mendapatkan SPPH.
  4. Setelah mendapatkan SPPH, Petugas Biro Travel Haji (Safana Tour) akan meminta Calon Jamaah Haji untuk melakukan pembayaran setoran Awal BPIH sebesar USD 4.000,- ke Rekening Kementerian Agama di Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH dan sebesar USD 500,- ke Rekening Biro Travel Haji (Safana Tour) sebagai DP Haji Khusus. Pastikan jika Biro Travel Haji (Safana Tour) meminta Calon Jamaah Haji menyetorkan dana ke Rekening atas nama Perusahaan (PT Safana Nabilla Wisata) bukan rekening Pribadi.
  5. Biro Travel Haji (Safana Tour) akan memberikan Copy BPIH yang terdapat nomor Porsi kepada Calon Jamaah Haji.
  6. Calon Jamaah Haji dapat menge-cek perkiraan keberangkatan di www.haji.kemenag.go.id

Prosedur Pemberangkatan Calon Jamaah Haji Reguler dan Khusus :
  1. Pemerintah bersama dengan DPR setiap tahun sebelum proses administrasi Haji menetapkan besarnya BPIH.
  2. Kementerian Agama R.I. qq Direktorat Jenderal Haji dan Umroh akan memberitahu Nomor Porsi Calon Jamaah Haji yang dapat berangkat setiap tahun, dan meminta Calon Jamaah Haji untuk melunasi kekurangan BPIH, Haji Reguler langsung menyetorkan ke BPS BPIH Awal, untuk Haji Khusus melalui Biro Travel Haji (Safana Tour) akan diberitahu dan diminta menyetorkan kekurangan BPIH.
  3. Jika karena suatu hal, masih ada nomor porsi calon jamaah haji yang tidak melunasi BPIH (tidak berangkat), misal karena calon jamaah haji hamil, sakit atau meninggal dunia. Kementerian Agama R.I. akan memberitahu Nomor Porsi- selanjutnya untuk melakukan Pelunasan BPIH.
  4. Selanjutnya proses Administrasi (passport, visa haji dll.) dan Manasik Haji dilaksanakan oleh Kementerian Agama R.I. untuk Haji Reguler dan Biro Travel Haji (Safana Tour) untuk Haji Khusus.
  5. Calon Jamaah Haji sambil menunggu hari keberangkatan ke tanah suci, diharapkan menjaga kesehatan dan kebugaran, karena Ibadah Haji merupakan Ibadah yang membutuhkan Fisik yang bugar.
  6. Calon Jamaah Haji Reguler biasanya diinapkan semalam di Embarkasi Haji sebelum keberangkatan. Untuk Calon Jamaah Haji Khusus dapat meminta copy tiket penerbangan ke Biro Travel Haji, agar menyiapkan barang-barang jauh-jauh hari.

Note : Pastikan Calon Jamaah Haji, setiap melakukan pembayaran kekurangan BPIH adalah melalui rekening Bank yang resmi atas nama Perusahaan yang nama-nya harus sama dengan Perusahaan yang ditetapkan dalam PIHK misal, PT Safana Nabilla Wisata.

Sekarang kita membahas bagaimana cara-cara yang ditempuh selama ini oleh Pihak yang menjanjikan bisa memberangkatkan Ibadah Haji tanpa antrian.
Pertama yang harus kita ketahui adalah untuk masuk ke Negara Saudi, terutama Makkah dan Madinah, tempat pelaksanaan Ibadah Haji yang dibutuhkan setiap orang adalah Visa (ijin untuk memasuki negara). Visa inilah yang berusaha dicari oleh Pihak-pihak yang menjanjikan dapat memberangkatkan haji tanpa antrian. Ada beberapa macam visa yang digunakan pihak-pihak di-atas, yaitu :

1. Visa Haji
Jenis Visa ini adalah visa yang resmi diperbolehkan seseorang untuk melaksanakan Ibadah Haji. Tapi karena kita tidak mengetahui berapa jumlah sebenarnya visa haji yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Saudi Arabia, beberapa pihak menjanjikan bisa mendapatkan Visa Haji, biasanya ini di-inisiasi oleh Pihak-pihak yang mengaku dekat dengan Pihak Kedutaan Saudi Arabia atau Keluarga Kerajaan, sehingga mereka bisa memanfaatkan sisa visa haji yang tidak digunakan oleh calon jamaah haji dari seluruh dunia. Biasa-nya visa haji ini tidak dapat di-pastikan-kan, baik jumlah yang bisa didapatkan ataupun kepastiannya.
Jika Calon Jamaah Haji bisa mendapatkan Visa Haji ini, berarti sudah mendapatkan izin pemerintah Saudi untuk melaksanakan Ibadah Haji, hanya tidak termasuk dalam kuota Haji Kementerian Agama R.I. qq Dirjen Haji dan Umroh. Di kalangan Biro Travel Haji disebut Haji Furoda (Haji Mandiri).

2. Visa Umal (Pekerja Musiman)
Jenis Visa ini adalah Visa yang dikeluarkan Pemerintah Saudi untuk Para Pekerja Musiman (Haji), karena memang saat musim Haji, Pemerintah Saudi membutuhkan banyak tenaga kerja musiman karena banyaknya Tamu Allah yang harus dilayani. Oleh sebagian Perusahaan (Muasassah) di Saudi Arabia, disalahgunakan, mereka meminta kuota pekerja musim (Umal) yang melebihi dari kebutuhan sesungguhnya, dengan harapan kelebihan visa umal-nya bisa diperjualbelikan untuk calon jamaah haji memasuki Saudi Arabia. Visa Jenis ini hanya diberikan untuk jenis kelamin lelaki/pria dengan usia maksimal 55 tahun, karena memang diperuntukkan untuk pekerja.
Dan karena diperuntukkan untuk pekerja, Calon Jamaah Haji yang menggunakan Visa Umal ini, hanya diperkenankan di Mekkah (tempat pelaksanaan Ibadah Haji) dan tidak diperkenankan menggunakan kain ihram saat memasuki kota Mekkah. Sehingga biasanya Calon Jamaah Haji yang menggunakan visa ini, harus membayar Dam (denda) minimal 2 kali, karena Haji Tamathu dan karena memasuki kota Mekkah tidak dengan Ihram (Umroh). Dan hal yang diperhatikan juga untuk Visa Jenis ini, saat tiba di Jeddah (Bandara terdekat dari Kota Mekkah) dijemput oleh Pihak Muasassah agar dapat memasuki Kota Mekkah.

3. Visa Ziarah
Visa Ziarah ini sebenarnya diperuntukkan untuk orang yang akan melakukan perjalanan wisata bukan untuk Ibadah Haji atau Pekerja Musim dan biasanya berlaku untuk waktu yang lama sekitar 4 (empat) bulan. Visa ini bisa dikeluarkan untuk Laki-laki dan Wanita. Dan karena peruntukkannya untuk Ziarah/Wisata, bandara yang menjadi tujuan untuk memasuki negara Saudi adalah Riyadh atau Kota lain selain Jeddah dan Madinah. Jadi calon jamaah haji yang menggunakan visa ziarah ini, terbang dari Indonesia, bisa transit atau langsung ke Bandara Riyadh, tentunya Biro Travel Haji memberikan briefing kepada calon jamaah haji, jika ditanya oleh petugas Imigrasi di Riyadh, menjawab tujuan Wisata, jangan sampai menjawab tujuannya Haji (pasti akan ditangkap). Setelah lolos dari Pemeriksaan Imigrasi di Riyadh, berarti sudah memasuki Negara Saudi, Rombongan Calon Jamaah Haji dengan Visa ini akan menuju Jeddah dengan menggunakan Penerbangan Domestik, agar tidak diperiksa Imigrasi Jeddah, dan sudah ada Pihak Saudi yang akan menjemput Rombongan Calon Jamaah Haji ini. Dan dengan modus yang sudah mereka pelajari, Pihak Saudi membawa Rombongan ini memasuki Kota Mekkah (tempat pelaksanaan Ibadah Haji).

4. Visa Haji Negara Lain
Cara ini digunakan dengan memanfaatkan kuota haji negara lain yang tidak digunakan, sedikit antrian Calon Jamaah Haji-nya. Kasus yang baru-baru ini terungkap adalah dengan menggunakan kuota haji negara Filipina. Cara ini dilakukan tentunya bekerjasama dengan pihak-pihak di negara kuota yang akan digunakan. Dengan menggunakan visa jenis ini, calon jamaah haji, harus berpindah warga negara, menjadi warga negara yang akan digunakan kuotanya, sehingga dapat dibuatkan Passport sebagai syarat penggunaan kuota haji nya. Sehingga calon jamaah haji dengan metode ini, sebelum musim haji, harus datang ke negara tujuan penggunaan kuota untuk membuat passport bekerjasama dengan pihak dalam negerinya. Setelah Passport jadi dan mendapatkan visa haji negara tersebut, baru calon jamaah haji berangkat lagi ke negara tersebut, selanjutnya passportnya diganti dengan Passport negara tersebut yang telah mendapatkan visa haji. Jadi calon Jamaah haji akan berangkat dari negara tersebut dan juga dianggap sebagai warga negara tersebut, sehingga Tenda di Arofah dan Mina akan bersama dengan warga negara asli negara tersebut. Biro Travel biasanya akan memberikan briefing kepada calon jamaah haji dengan visa ini, agar tidak terlalu banyak bicara saat berada di Arofah dan Mina, karena akan menimbulkan kecurigaan warga asli negara tersebut.

Demikianlah cara-cara yang digunakan oleh Biro Travel, biasanya tidak mempunyai Izin Umroh & Haji, untuk memberangkatkan calon jamaah haji dengan tanpa antrian. Sekali lagi yang perlu diketahui oleh Para Calon Jamaah Haji, cara-cara diatas di-samping melanggar aturan dan prosedur yang ada juga tidak ada kepastian akan keluarnya visa yang dijanjikan, karena memang tidak ada suatu hal yang dapat dijadikan patokan. Disamping itu tentunya Calon Jamaah Haji akan diliputi rasa tidak nyaman dalam beribadah, dan juga mudah atau rentan dilakukan penipuan oleh Biro Travel yang tidak bertanggung jawab, mereka mudah melakukan penipuan karena tidak ada pihak yang mengontrol mereka, karena perusahaan bisa dengan mudah bubar dan diganti dengan mendirikan perusahaan baru.

Oleh karena itu sebaiknya calon jamaah haji, menggunakan Biro Travel Haji yang sudah mendapatkan Izin sebagai PIHK oleh Kementerian Agama R.I. Dalam Ibadah Haji tentunya kita ingin melaksanakannya dengan penuh kenyamanan tanpa ada rasa was-was atau takut di-Razia. Dan mendapatkan Haji Mabrur, yang balasannya Surga, adalah tujuan dan keinginan kita dalam melaksanakan Ibadah Haji.

Semoga artikel ini membantu kita dalam memahami seluk-beluk Ibadah Haji dan permasalahannya, agar kita terhindar dari penipuan dan hal-hal yang tidak kita harapkan dalam melaksanakan Ibadah Haji. Agar lebih bermanfaat bagikan Artikel ini kepada orang-orang terdekat kita, sehingga semakin banyak umat Islam yang terselamatkan dari penipuan dan hal-hal yang merugikan mereka.


Ditulis oleh : H. Komarudin, Owner Biro Travel Umroh dan Haji, dari pengalaman dan berbagai sumber.

Jumat, 16 September 2016

Asal Muasal Gelar Haji bagi Umat Islam Indonesia, sebuah sejarah kelam

Saat ini lebih dari 3 (tiga) juta umat Islam dari seluruh dunia menjalankan Rukun Islam yang terakhir di Tanah Suci. Mereka semua menjalankan ibadah haji untuk menyempurnakan Islamnya dan kembali ke Tanah Air dalam keadaan yang lebih baik baik dari segi keislaman maupun segala tindak tanduk-tanduknya.

Ngomong-ngomong masalah ibadah haji, pernahkah Anda bertanya kenapa harus ada gelar "haji" di depan nama seorang yang habis pulang haji. Jika tidak menggunakan gelar itu, apakah hajinya jadi tidak sempurna? Lantas, dari mana datangnya gelar haji yang selalu identik dengan “kebesaran” itu datang? Yuk, kita simak penjelasannya di bawah ini.



Perihal Pemberian Gelar Haji di Indonesia dan Malaysia

Satu hal yang harus kita tahu, gelar haji di depan nama hanya ada di Indonesia dan juga Malaysia. Di belahan bumi mana pun seperti negara kawasan Timur Tengah seperti Mesir, Iran, Qatar, bahkan Arab Saudi sekali pun tidak memberikan gelar “haji” di depan nama orang yang menuntaskan Rukun Islam ke-5 itu.

Tradisi pemberian gelar nama juga tidak ada pada zaman Rasulullah. Di kala itu, beliau dan para sahabat-sahabatnya tidak menyematkan gelar kehajiannya di depan nama. Bagi mereka, melakukan haji adalah sebuah kewajiban (bagi yang mampu), sehingga tidak perlu ada gelar-gelaran seperti yang terjadi di Indonesia dan Malaysia.

Gelar Haji Adalah Konspirasi Belanda

Banyak dari kita tidak tahu bahwa gelar haji adalah konspirasi orang-orang Belanda di masa penjajahan. Gelar ini pertama kali disematkan pada tahun 1900-an. Hal ini dilakukan Belanda karena orang Islam di masa itu sangatlah berbahaya. Mereka takut jika para petinggi yang memiliki gelar haji ini bisa mengumpulkan massa lalu menyerang Belanda secara diam-diam.

Di masa itu, orang yang sudah memiliki gelar haji adalah Hasyim Asyari yang akhirnya mendirikan Nahdlatul Ulama, lalu HOS Cokroaminoto yang akhirnya mendirikan Sarekat Islam, dan masih banyak lagi para tokoh yang sudah berangkat haji dan pulang menjadi seorang pejuang. Mereka menyebarkan Islam juga memberantas para penjajah seperti Belanda.
Pendataan Para Haji untuk Kewaspadaan
Seperti yang telah dicuplik di atas, gelar haji diberikan oleh Belanda kepada para tokoh yang dianggap berbahaya. Pemberian gelar ini akan membuat para tokoh terdata dengan jelas. Siapa saja dengan gelar haji bisa diamati dengan baik setiap harinya sehingga Belanda tidak akan pernah mengalami apa yang namanya kecolongan dalam hal pertarungan.

Sebelum pemberian gelar ini dilakukan, Belanda sudah beberapa kali mendapatkan serangan dari tokoh Islam yang cukup membuat mereka kerepotan. Mereka sebenarnya sudah berangkat haji, namun tidak memiliki gelar itu di depan namanya. Hal ini membuat Belanda kerap kebingungan sehingga mereka banyak mengalami kematian pada pasukan dan stok senjatanya menipis. Oh ya, tokoh Islam yang juga pernah berhaji namun tidak bergelar haji adalah Pangeran Diponegoro yang sangat dibenci Belanda.

Isolasi, Pendataan, dan Pembunuhan Haji

Dahulu kala, perjalanan ibadah haji hanya bisa dilaksanakan dengan kapal laut saja. Selama berbulan-bulam, para calon jemaah melakukan perjalanan sehingga saat pulang kerap mengalami sakit yang cukup parah. Saat Belanda masih menguasai Indonesia, para jemaah yang kembali haru masuk ke pulau Onrust terlebih dahulu. Di sana ada rumah sakit untuk mengarantina mereka.

Selain untuk karantina, mereka juga didata secara mendetail di sini. Mereka yang dianggap mencurigakan akan diam-diam dibunuh dengan suntikan mati. Merek yang tidak berbahaya akan dibiarkan hidup bersama titel haji di depan namanya. Dengan adanya titel ini, Belanda kan dengan mudah mengawasi mereka dari kejauhan.

Gelar haji sebenarnya bukanlah sesuatu yang vital seusai mengunjungi Tanah Suci. Dalam Islam juga tidak ada dalil untuk pemberian gelar itu. Selain itu, pemberian gelar haji dikhawatirkan bisa menimbulkan adanya rasa lebih berkuasa atau rasa lebih islami dibanding mereka yang belum menunaikan rukun kelima dari Islam itu.

source : log.viva.co.id

Kamis, 15 September 2016

Ciri dan Kiat Mendapatkan Haji Mabrur, Keinginan Setiap Muslim


أنَّ رسول اللهِ صلى الله عليه وسلم قال: الحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الجَنَّةَ 
(متفقٌ عليه عن أبى هريرة )

Rasulullah Saw bersabda: “Haji mabrur itu tidak ada balasannya kecuali surga”. (Muttafaqqun ‘alaih, dari Abu Hurairah ra)

1. Pengertian Haji Mabrur

Dalam kitab Lisan al-‘Arab (IV/51), kata mabrur mengandung dua arti:
Pertama, mabrur berarti baik, suci dan bersih. 
Dalam pengertian ini, haji mabrur adalah haji yang dilaksanakan dengan baik, tidak diperbuat di dalamnya hal-hal yang dilarang seperti berkata kotor, berbuat fasik dan menyakiti atau mengganggu orang lain termasuk menyuap orang untuk kemudahan amalnya sementara orang lain mendapatkan kesulitan karenanya. Di samping itu, bekal yang dibawa untuk berhaji adalah bekal yang halal dan bersih.
Kedua, mabrur berarti maqbul atau diterima dan diridhai oleh Allah Swt. 
Dalam hal ini, haji mabrur adalah haji yang tata caranya dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya dan memperhatikan syarat-syarat dan rukunnya serta hal-hal yang wajib diperhatikan dalam berhaji.
Dari dua pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan haji mabrur adalah haji yang diterima dan diridhai oleh Allah Swt karena ibadah hajinya telah dilakukan dengan baik dan benar serta dengan bekal yang halal, suci dan bersih. 

safanatour.com/haji mabrur


2. Siapakah Orang yang Berhasil Meraih Haji Mabrur?

Tentang siapa orangnya yang berhasil meraih haji mabrur, agaknya hal ini menjadi rahasia Allah Swt. Bisa jadi tidak banyak.
Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulum al-Din (Vol.I/ 341) mengisahkan perjalanan seorang ‘Alim yang shalih sedang menempuh perjalanan haji. Namanya ‘Ali bin al-Muwaffiq. Dikisahkan:
“Pada suatu malam, tanggal 8 malam 9 Dhu al-Hijjah (malam hari ‘Arafah) ia tertidur di masjid al-Khaif Mina. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua malaikat sedang berdialog. Malaikat yang satu berbicara kepada malaikat yang lain: “Hai teman (Abdullah), tahukah engkau berapa banyak orang yang pergi haji tahun ini?”. Malaikat yang lain menjawab: “Tidak tahu!”. Kemudian temannya tadi memberitahu bahwa mereka itu jumlahnya mencapai 600.000 jamaah. Kemudian ditanya lagi: “tahukah kamu berapa orang di antara mereka itu yang meraih haji mabrur ?”. Tidak tahu!, jawab temannya. Kemudian temannya itu menjelaskan bahwa yang meraih mabrur/ maqbul hajinya itu hanya 6 orang. Sampai dialog ini, dua malaikat itu pun pergi. Setelah itu ‘Ali bin al-Muwaffiq pun terbangun dari tidurnya dengan penuh penasaran, sedih dan gelisah.
Dalam hatinya bertanya: “Jika hanya 6 orang yang diterima hajinya dari 600.000 jamaah, apakah aku bisa masuk yang enam orang itu?”. Demikianlah ia terus menerus merenungkan dan berusaha mencari tahu makna di balik mimpinya itu. Selanjutnya ia berusaha melakukan ibadah hajinya dengan sebaik mungkin agar berhasil masuk dalam kelompok 6 (enam) orang yang hajinya mabrur itu.
Kisah ini tidak jelas kapan terjadi dan seberapa jauh kebenarannya, karena tak seorang pun sejarawan yang membuktikan fakta kebenaran kisahnya. Terlepas dari benar tidaknya kisah tersebut, al-Ghazali yang dikenal sebagai ulama yang amat masyhur dan mendapat julukan “Hujjatul Islam” itu telah mencatat dalam Kitabnya yang amat monumental dan berpengaruh di kalangan orang-orang yang mendalami masalah-masalah spiritualitas. Sekurang-kurangnya yang dapat diambil hikmah dari kisah tersebut adalah agar setiap orang yang menunaikan ibadah haji selalu menata dan meluruskan niatnya, melakukan ibadah hajinya dengan baik dan benar serta selalu berusaha dan berdoa agar ibadahnya diterima oleh Allah Swt. Wallahu a’lam bi al-shawab!

3. Beberapa Indikator Haji yang Mabrur
Tidak mudah untuk mengetahui siapa-siapa yang berhasil meraih haji mabrur. Namun demikian, Rasulullah Saw pernah memberikan beberapa indikatornya. Dalam sebuah hadits diterangkan sebagai berikut:
عَنْ جَابِرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اَلْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌُ إِلاَّ الْجَنَّةَ قِيْلَ وَمَا بِرُّهُ ؟
 قَالَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيْبُ الْكَلاَمِ 
(رواه أحمد والطبرانى وغيره)
Artinya: Dari Jabir ra. Nabi Saw bersabda: “Haji mabrur itu tidak ada balasannya kecuali surga”. Rasul ditanya: “Apa tanda-tanda mabrurnya?”. Nabi Saw menjawab: “Suka membantu memberikan makanan dan santun dalam berbicara” (HR. Ahmad, al-Tabrani, dan lain-lain). 
Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan hadits ini shahih lighairih (Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, II/3)
Imam al-Nawawi dalam Kitab al-Idhah Fi Manasik al-Hajj wa al-‘Umrah hal 516, mengatakan :
اَلْحَجُّ الْمَقْبُوْلُ هُوَالَّذِيْ يَنْبَغِيْ أَنْ يَكُوْنَ بَعْدَ رُجُوْعِهِ خَيْرًا مِمَّا كَانَ
Artinya: Haji mabrur itu tanda-tandanya adalah setelah ia pulang dari haji, keadaannya lebih baik daripada sebelumnya
Dari keterangan hadits Nabi Saw dan penjelasan Imam al-Nawawi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa indikator ke-mabrur-an haji seseorang itu dapat dilihat dari tiga hal:

Pertama, suka memberi makanan (إطعام الطعام ). 
Perkataan “memberi makanan” ini harus difahami lebih luas, yaitu kesediaan untuk berbagi rasa dengan sesama serta kesanggupan untuk menyumbangkan sebagian harta kita kepada fakir miskin atau kaum dhu’afa. Dalam hal ini termasuk membantu dalam hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan, kesehatan (pengobatan), sandang, pangan maupun papan.
Membantu orang-orang miskin termasuk hal terpenting dalam beragama. Allah bahkan terang-terangan menyebut sebagai pendusta agama, bagi orang yang tidak mau membantu orang-orang miskin dan menyayangi anak yatim. (QS. Al-Ma’un, ayat 1-3).
Dikisahkan bahwa ada seorang ‘alim tertidur pulas di bawah pohon dalam menempuh perjalanan spiritualnya, mencari makna kearifan hidup. Ia bermimpi bertemu malaikat yang memberitahukan kepadanya bahwa di antara sekian banyak orang yang naik haji hanya satu yang berhasil meraih haji mabrur, sambil memberi tahu ciri-ciri orang yang beruntung itu. Setelah ia terbangun, segera mencari orang yang dimaksud itu. Betapa terkejutnya, ternyata orang itu tidak menunaikan ibadah haji di musim haji tahun itu. Maka ia berusaha mencari tahu apa rahasianya sehingga ia mendapat gelar atau pahala sekelas haji mabrur. Setelah beberapa hari menginap di rumah orang itu, ia tidak menemukan hal-hal yang istimewa dari orang itu. Ibadahnya biasa-biasa saja. Akhirnya, orang itu cerita bahwa dulu pernah berniat menunaikan ibadah haji dan mengumpulkan bekal sedikit demi sedikit dari keringatnya sendiri. Setelah bekal itu cukup dan hendak digunakan untuk berangkat haji, tiba-tiba ada orang miskin yang sangat membutuhkan bantuannya. Karena ia tak tega melihat penderitaan si miskin itu, ia pun memberikan bekal hajinya itu untuk keperluan dan hajat si miskin, sehingga ia tidak jadi menunaikan ibadah haji.
Demikianlah kisahnya, ia tak jadi berangkat haji, tetapi malah mendapat predikat haji mabrur. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Dalam hadits shahih al-Bukhari dan Muslim, Nabi Saw bersabda:
فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْ بِهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً
 (متفق عليه)
Artinya: “Barangsiapa berniat melakukan kebaikan (misalnya niat haji), kemudian ia tidak jadi melakukannya, maka ia dicatat oleh Allah mendapatkan pahala kebaikan (haji) yang sempurna”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Berangkat dari hadits ini, agaknya sangat relevan dengan kisah tersebut di atas (walaupun belum tentu kisah tersebut faktual), yaitu orang yang telah lama berniat haji dengan mengumpulkan bekal dari keringatnya, tetapi karena ada orang miskin yang amat membutuhkan dan meminta bantuan kepadanya, bekal untuk hajinya itu diperbantukan kepadanya, sehingga ia tidak jadi naik haji tahun itu. Kesediaannya untuk membantu orang miskin itulah yang menyebabkan ia berhak menyandang gelar haji mabrur. Karena itu, walaupun ia tidak jadi naik haji, tetapi karena ia telah berbuat kebaikan sebagaimana orang yang meraih haji mabrur, maka layaklah bila ia meraih pahala haji mabrur. Wallahu a’lam!

Kedua, bertutur kata yang lembut (وطيب الكلام). 
Menurut al-Ghazali, kata-kata ini di samping bisa difahami bertutur kata yang baik, juga berarti berbudi pekerti yang luhur atau berakhlak yang mulia. Prilaku ini nampak pada orang-orang yang beribadah haji, baik saat berhaji maupun sesudahnya.
Akhlak yang mulia ini nampak pada tutur katanya yang lembut, baik dan bersahaja. Tidak suka menyinggung dan menyakiti orang lain. Kalau berbicara kalimatnya sederhana, disesuaikan dengan orang yang diajak bicara. Raut mukanya diusahakan cerah, manis dan simpatik sehingga orang lain senang berbicara dan bergaul dengannya. Lidah dan tangannya dikendalikan sedemikian rupa agar tidak mengganggu orang lain.
Dalam haji, banyak orang tergoda untuk melakukan kesempurnaan ibadahnya baik yang rukun, wajib maupun sunnahnya dengan berbagai cara. Ketika hendak mencium hajar aswad misalnya, banyak orang yang secara egois berusaha keras dengan cara menyingkirkan orang lain bahkan menyakitinya agar dia sendiri berhasil mencium hajar aswad itu. Dia tidak sadar bahwa ketika ia hendak meraih hajar aswad itu ia telah menyakiti banyak orang. Menurut agama, menyakiti orang lain itu hukumnya haram, sedangkan mencium hajar aswad itu hanyalah sunnah hukumnya. Perilaku ini termasuk akhlak yang rendah dan tidak sepantasnya dilakukan oleh orang yang sedang berhaji.
Orang yang akan meraih haji mabrur indikatornya mulai nampak pada saat ia berhaji. Ia tidak ingin mengganggu orang lain, tetapi ia malah berusaha untuk membantu dan memberikan kemudahan kepada orang lain sesama jama’ah haji. Hal ini nampak pada saat keberangkatan haji, naik kendaraan, antri pemeriksaan paspor, mencari kamar penginapan di hotel dan saat-saat pelaksanaan ibadah haji dari ketika ihram, wuquf di ‘Arafah, Muzdalifah, di Mina dan melempar jamarat, thawaf dan sa’i. Ia berusaha menghindari pertengkaran, berkata kotor dan berbuat fasik.
Nabi Saw. bersabda:
مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
(متفق عليه)
Artinya: “Barangsiapa yang menunaikan ibadah haji sedang ia tidak berkata kotor dan tidak melakukan kefasikan maka ia kembali pulang dalam keadaan bersih seperti saat ia dilahirkan oleh ibunya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Inilah janji Allah dan RasulNya.
Bagi orang yang ingin meraih haji yang mabrur maka ia harus berusaha untuk dapat mengendalikan dirinya, lidahnya, tangannya agar tidak mengganggu orang lain. Sebaliknya ia seyogyanya berusaha untuk dapat membantu dan memberikan kemudahan kepada orang lain.

Ketiga, setelah pulang haji kehidupannya menjadi lebih baik daripada sebelum haji.
Indikator yang ketiga ini justru menjadi ukuran yang paling penting, karena apa yang dikatakan Imam al-Nawawi bahwa tanda-tanda ke-mabrur-an ibadah haji seseorang adalah kehidupannya setelah haji menjadi lebih baik ketimbang keadaannya sebelum haji, sebenarnya mengandung makna yang selaras dengan perkataan Nabi Saw. bahwa tanda-tanda ke-mabrur-an haji seseorang itu adalah suka membantu, memberikan makan orang lain dan suka bertutur kata yang lembut hingga orang lain banyak yang suka kepadanya. 
Maksudnya, untuk mengetahui keadaan seseorang yang yang hajinya mabrur, dapat dilihat dari pola kehidupannya setelah pulang haji. Apakah ia setelah pulang dari hajinya kemudian suka membantu orang miskin, suka memberi makan, membantu pengobatan dan pendidikan serta memberikan pakaian dan kebutuhan lainnya? Apakah ia juga berusaha bertutur kata yang lembut, baik, santun dan bersahaja. Tidak tinggi hati, tidak sombong, tidak meremehkan orang lain? Apakah ia berusaha menghindarkan diri dari perkataan atau perbuatan yang dapat menyebabkan orang lain terganggu atau tersakiti? Apakah ia juga berusaha untuk dapat membantu dan memberikan kemudahan kepada orang lain? 
Jika semuanya itu dapat dilakukan dengan baik, maka tanda-tanda ke-mabrur-an haji telah melekat pada dirinya. Insya Allah !

4. Usaha-usaha untuk Meraih Haji Mabrur
Setelah mengetahui apa itu haji mabrur dan bagaimana indikatornya, maka berikutnya adalah bagaimana cara atau kiat-kiat meraih haji mabrur itu. 
Dalam hal ini ada beberapa langkah yang dapat dilakukan:
1) menata niat (haji) yang benar, lurus dan ikhlas semata-mata untuk memenuhi panggilan Allah; 
2) menyiapkan bekal haji (ONH/BPIH) yang cukup dan bersih dari harta yang haram maupun syubhat;
3) mempelajari manasik haji dengan baik dan benar agar tidak keliru dalam menunaikan ibadah haji;
4) membiasakan bersedekah sejak sebelum berangkat haji, pada saat musim haji maupun setelah pulang haji. Terutama membantu meringankan beban derita yang dialami orang-orang miskin atau kaum dhu’afa lainnya;
5) berusaha untuk bertutur kata yang lembut, baik dan bersahaja. Menghindarkan diri dari pertengkaran, sikap tinggi hati, meremehkan orang lain. Menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat mengganggu dan menyakiti orang lain, sebaliknya berusaha membantu dan memberikan kemudahan kepada orang lain.

Wallahu’alam.. sumber : rumaysho.com

Semoga Jamaah PT Safana Nabilla Wisata yang saat ini sedang menunaikan Ibadah Haji, mendapatkan Haji Mabrur dan kembali ke Indonesia, untuk menjadi pelopor kebaikan.. Aamiin Ya Rabbal ‘Alaamiin.
Bagi yang sudah punya niat, segera daftarkan ke PT Safana Nabilla Wisata (Safana Tour), Travel yang telah mendapatkan Ijin Resmi dari Kemenag R.I. sebagai Penyelenggara Umroh (PPIU) dan Haji Khusus (PIHK).