Selasa, 30 Agustus 2016

Tempat-Tempat Ibadah Haji yang Membuat Merinding Hati

Ngelmu.com 23/8, Jakarta - Sebelum kita berhaji atau akan mengulangi ibadah Haji, kita tak akan bisa terlepas dengan sejumlah tempat-tempat penting Haji yang bikin hati makin merinding saat mengenalnya lebih dalam. 

Inilah tempat-tempat bersejarah dalam evolusi peradaban manusia itu.

MASJIDIL HARAM

Allah SWT menyebut Masjidil Haram dengan sebutan Baitullah. Istilah Baitullah itu tertulis dalam Al Quran sebanyak 15 kali. Allah juga menyebut masjidil Haram dengan sebutan lainnya. Semua sebutan itu intinya mengagungkan dan membesarkan arti rumah ini (Ka'bah).

Setelah periode panjang penodaan BaituLlah oleh kaum musyrikin, terjawablah doa Nabi Ibrahim AS yang Allah abadikan dalam Al-Qur’an :

“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah (As Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Albaqarah : 129)

Ribuan tahun kemudian munculah Nabi Muhammad SAW di dearah jazirah Arab. Dalam episode ini, Nabi Muhammad tidak hanya membersihkan Ka’bah dari segala kotoran, tetapi juga mengembalikan kemurnian ibadah haji sesuai tuntunan Allah SWT sejak jaman Nabi Ibrahim AS.

Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai jawaban atas doa Nabi Ibrahim AS tersebut. Selama 23 tahun Nabi Muhammad SAW menyebarkan pesan Tauhid, pesan yang sama seperti yang dibawa Nabi Ibrahim AS dan semua Nabi pendahulunya, untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi.

Terdapat perintah khusus dalam Al Qur’an yang diturunkan dalam rangka menghilangkan semua upacara palsu yang telah merajalela pada masa sebelum Islam. Semua tindakan tidak senonoh dan memalukan itu sangat dilarang sebagaimana dalam pernyatan Allah dalam Al Qur’an :

“Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak diperbolehkan rafats (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi yang tidak senonoh atau bersetubuh), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” (QS Al Baqarah : 197)

Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat yang mampu terutama kaum Anshar (pribumi Madinah) yang tidak dikenali oleh orang-orang Makkah, untuk menunaikan ibadah haji sesuai dengan manasik Nabi Ibrahim AS. Mereka tidak mengerjakan amalan-amalan yang berhubungan dengan penyembahan berhala.

KA'BAH

Menurut riwayat, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membangun Ka’bah pada posisi Qubah yang telah Allah turunkan kepada nabi Adam AS. 

Nabi Ibrahim tidak mengetahui posisi Qubah itu, karena Qubah tersebut telah diangkat Allah ketika terjadi peristiwa banjir besar di bumi pada masa Nabi Nuh AS. 

www.safanatour.com


Kemudian Allah mengutus malaikat Jibril untuk menunjukkan kepada Ibrahim posisi Qubah untuk tempat berdirinya Ka’bah. 

Jibril lalu datang membawa beberapa bagian untuk Ka’bah dari surga. Sementara pemuda Ismail membantu ayahandanya mengangkat batu-batu dari bukit.

Nabi Ibrahim dan Ismail bekerja sama membangun dinding Ka’bah hingga ketinggian 7 hasta. 

Jibril lalu menunjukkan kepada mereka posisi Hajar aswad. Kemudian Nabi Ibrahim meletakkan Hajar Aswad pada posisi yang ditunjukkan Jibril.

Selanjutnya Nabi Ibrahim membuatkan dua pintu ka’bah. Pintu pertama terbuka ke timur dan pintu kedua terbuka ke barat.

Ketika selesai pembangunan Ka’bah, Nabi Ibrahim dan Ismail mengerjakan ritual ibadah haji. 

Pada tanggal 8 Dzulhijjah, malaikat Jibril kembali turun menemui dan menyampaikan pesan kepada Ibrahim.  Jibril meminta Nabi Ibrahim mendistribusikan air zam zam ke beberapa tempat seperti Mina dan Arafah. Maka hari itu disebut dengan dengan hari “Tarwiyyah” (hari pendistribusian air). 

Usai pembangunan Baitullah dan pendistribusian air tersebut, maka Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah yang tercantum dalam Al Qur’an :

”Dan (ingatlah) ketika Nabi Ibrahim berdoa : ” Ya Tuhanku. jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian."

Allah berfirman : ”Dan kepada orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”. (QS. Al Baqarah : 126)

Sejak itu, kaum Muslimin melaksanakan ritual haji untuk berziarah ke Ka’bah setiap tahun. Ini mengikuti risalah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Ritual ini juga merupakan risalah para Nabi dan Rasul yang datang setelah keduanya.

Sejarah Ternodanya Kesucian Ka'bah

Ketika memandang Ka'bah, selain haru karena keagungan-Nya,  kaum muslimin juga selayaknya bisa membayangkan adegan sejarah di saat kaum musyrikin mengotori kesucian Ka'bah.


Sebelumnya, ritual suci Haji berlangsung terus seperti pelaksanaan yang pernah dicontohkan Ibrahim dan Ismail. Namun pada periode tokoh Makkah ‘Ammar bin Luhay, ritual haji mulai terkotori dengan kahadiran patung dan berhala.

‘Ammar bin Luhay merupakan orang yang pertama kali menyebarkan ajaran menyembah berhala di seluruh Jazirah Arab. Ia lah yang bertanggung jawab mengubah ajaran tauhid menjadi menyembah berhala. 

Sejak itu, orang-orang Arab meletakkan patung dan berhala yang mereka posisikan sebagai tuhan di sekitar Ka’bah. Sebagian kabilah Makkah bahkan berprofesi sebagai pembuat patung dan berhala.

Meski begitu, mereka tetap membolehkan kabilah atau kelompok lain menunaikan haji ke Baitullah, tanpa membedakan agama dan kepercayaan. Para pemeluk agama tauhid termasuk agama Masehi, masih terus menjalankan ritual haji ke Ka’bah. 

Saat itu, kondisi Ka’bah sangat memprihatinkan. Dindingnya dipenuhi puisi dan lukisan. Bahkan lebih dari 360 berhala terdapat di sekitar Ka’bah.


Selama periode haji itu, suasana di sekitar Ka’bah layaknya seperti arena dan atraksi sirkus. Laki-laki dan perempuan mengelilingi Ka’bah dengan telanjang. Mereka menyatakan harus menampilkan diri di hadapan Allah dalam kondisi yang sama seperti saat lahir. 

Doa mereka menjadi liar, tak lagi tulus mengingat Allah. Bahkan berubah menjadi serangkaian tepuk tangan, siulan dan bunyi tiupan terompet tanduk hewan.

Kalimat Talbiah (Labbaika Allahumma Labbaik) telah diselewengkan oleh mereka dengan kalimat tambahan yang berbeda jauh maknanya. 

Darah hewan kurban disiram dan dituangkan ke dinding Ka’bah. Daging sesembahan digantung di tiang sekitar Ka’bah. Mereka punya keyakinan bahwa Allah menuntut seserahan dalam bentuk daging dan darah. 
Padahal Allah berfirman: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS.Al-Hajj :37)

Pada zaman itu, para peziarah bebas bernyanyi, minum arak, melakukan zina, dan perbuatan amoral lainnya. 

Lomba puisi menjadi bagian utama dari seluruh rangkaian haji. Setiap penyair akan memuji keberanian dan kemegahan sukunya. Mereka menyampaikan cerita yang berlebihan, mengungkap kepengecutan dan kebakhilan suku-suku lainnya. 

Kompetisi “pamer kebaikan" atau "Unjuk kemurahan hati” juga terjadi. Masing-masing kepala suku akan menyediakan kuali besar untuk memberi makan para peziarah. Tujuannya agar bisa dikenal sebagi tokoh yang bermurah hati.

Selama lebih dari dua ribu tahun, mereka meninggalkan, menodai dan menyelewengkan ajaran suci Nabi Ibrahim AS yang mengajak menyembah Allah semata. 

TANAH HARAM

Salah satu tempat yang menjadi lokasi adegan ritual haji yang penting dan sering disebut-sebut adalah kawasan tanah haram.

Disebut tanah haram karena memang di kawasan itu ada banyak aturan yang tidak boleh dilanggar atau haram dikerjakan.

Dalam al-Misbah al-Munir dinyatakan “Tanah haram, artinya tanah yang tidak halal untuk dilanggar.” (al-Misbah al-Munir, 2/357)

Ini sesuai dengan firman Allah, “Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Makkah) Yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” (QS. An-Naml: 91)

Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan rahasia penamaan Makkah dengan Tanah Haram,
“Sesungguhnya kota ini, Allah telah memuliakannya pada hari penciptaan langit dan bumi. Dia adalah kota suci dengan dasar kemuliaan yang Allah tetapkan sampai hari Kiamat. Belum pernah Allah halalkan berperang di dalamnya, sebelumku. Dan Allah tidak halalkan bagiku untuk memerangi penduduknya, kecuali beberapa saat di waktu siang (ketika Fathu Makkah)."


Selanjutnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan hukum yang berlaku, sebagai konsekuensi Allah jadikan tanah ini sebagai kota haram. Beliau bersabda, "Dia Haram dengan kemuliaan yang Allah berikan, sampai hari kiamat.  Tidak boleh dipatahkan ranting pohon-nya, tidak boleh diburu hewannya, tidak boleh diambil barang hilangnya, kecuali untuk diumumkan, dan tidak boleh dicabut rerumputan hijaunya." (HR. Bukhari  3189 & Muslim 3289)

MAS'A (Jalur SA'I)

Tempat atau lokasi lainnya yang cukup penting dalam ritual Haji adalah Mas'a yaitu jalur yang dilewati jamaah saat melakukan sa'i. 

Saat menjalani ibadah haji, kita bisa membayangkan perasaan yang berkecamuk dalam benak Siti Hajar. Kita juga memerankan aktor Siti Hajar ini sehingga bisa merasakan betapa lelah dan payahnya seorang ibu bolak-balik mencari air di dua bukit serta lembah tandus di tempat terasing.

Dalam sejarah yang diwariskan, tertulis kegelisahan kaum Anshar saat menjalankan ritual di Makkah. 

Ketika kembali dari haji, kaum Anshar melapor kepada Rasulullah SAW bahwa mereka mengerjakan sa’i dengan keraguan.

Di tengah mas’a (jalur sa’i) antara Shafa dan Marwa terdapat dua berhala besar Asaf dan Na’ilah. Oleh karena itu turunlah wahyu Allah SWT yaitu :
”Sesungguhnya Shafa dan Marwa itu sebagian dari syiar-syiar Allah. maka barangsiapa berhaji ke baitullah atau berkunjung (umrah), tidak salah baginya untuk bolak balik pada keduanya. Dan barangsiapa menambah kebaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pembalas Syukur lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 158)

Ayat inilah yang dibaca berulang-ulang para jamaah haji ketika mengerjakan Sa’i.

SHAFA

Shafa adalah bukit kecil, 130 meter sebelah Selatan Masjidil Haram. Saat ini sudah dibangun atap bulat berbentuk kubah di atas puncak bukitnya. Bukit inilah (Shafa) yang dalam syariat digunakan sebagai tempat bermulanya Sa'i.

Bukit shafa menjadi saksi banyak peristiwa penting sepanjang sejarah. Peristiwa-peristiwa penting tersebut di antaranya ialah:

Kisah Abu Lahab

Nabi Muhammad SAW pernah naik ke bukit ini dan berseru kepada orang-orang. Maka setelah orang-orang Quraisy berkumpul, Nabi lalu menyeru mereka untuk beriman kepada ke-Esa-an Allah, Risalah Kenabian, Keimanan pada Hari Akhir, serta menyampaikan ancaman akan adanya neraka.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika ayat:
"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat" - Q.S Al-Syuara /26:214 diturunkan, Nabi Muhammad saw naik ke bukit Shafa, dan menyeru "Wahai Bani Fahr! Wahai Bani 'Addi!" dari suku Quraisy sampai mereka berkumpul. Sampai-sampai jika ada seseorang yang berhalangan, ía mengirimkan orang lain untuk memastikan apa yang terjadi, dan datang pula diantara mereka Abu Lahab dan Quraisy.

Nabi lalu berkata; "Bukankan aku telah memperlihatkan pada kalian semua, bahwasannya aku telah memberitahukan ada seseorang di lembah ini yang ingin merubah kehidupan kalian. Apakah kalian semua mempercayaiku?" Mereka serentak berucap, "Kami tidak pernah mendapatimu kecuali seorang yang jujur." Maka Nabi pun menimpalinya kembali, "Sesungguhnya aku ini seorang pemberi peringatan kepadamu dari siksa yang pedih."

Mendengar itu semua, Abu Lahab berkata, "Celakalah kau! Untuk inikah engkau mengumpulkan kami?"

Setelah itu turunlah ayat, "(Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ía usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pun) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.") (Q s. al-Lahab/ 111:5)

Kisah Bukit Emas

Dari Ibnu Abbas RA, bahwasanya ia berkata: Orang-orang Quraisy datang kepada Nabi dan berkata: "Mohonlah kepada Tuhanmu agar menjadikan bukit Shafâ ini emas bagi kami, sehingga kami akan beriman." "Apakah kalian akan melakukannya?", timpal Nabi. Lalu mereka menjawab: "Iya". 

Kata Ibnu Abbas, setelah itu Nabi memohon sehingga datanglah Malaikat Jibril sambil berkata: "Sesungguhnya Tuhanmu memberi salam kepadamu. Jika Aku menghendakinya, niscaya dijadikannya bukit Shafa itu emas buat mereka. Dan barangsiapa dari mereka ingkar setelah itu, maka Aku akan menyiksanya dengan siksa yang belum pemah Aku timpakan kepada seluruh alam raya ini. Dan jika Aku menghendaki, niscaya Aku bukakan bagi mereka pintu taubat dan rahmat." Lalu Nabi Menjawab: "Aku ingin pintu taubat dan rahmat". 

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa saat itulah turun ayat, ("Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu") (Qs. al-Isro/17:59)

Balasan Perilaku Abu Jahal

Suatu ketika, Abu Jahal berjalan di Shafa melewati Nabi Muhammad saw lalu menyakiti dan memukul kepala beliau dengan batu hingga terluka dan mengeluarkan darah. Ketika Hamzah ibn Abdul Muthalib mengetahui hal itu, ia langsung mendatangi Abu Jahal yang ketika itu sedang berada di Nadi (tempat perkumpulan) Quraisy di dekat Ka'bah. "Bagaimana engkau mengumpat keponakanku sementara aku berada dalam agamanya?" kata Hamzah. Kemudian ia memukul Abu Jabal dengan busur panah hingga menyebabkan luka yang cukup parah.

Titik Kumpul Pembebasan Makkah

Setelah dakwah Islam berhasil, Nabi kembali ke Makkah untuk membebaskan kota itu, dan menyuruh Khalid ibn Walid beserta orang-orang yang bersamanya agar masuk melalui dataran rendah Mekah, sehingga akhirnya mereka berkumpul di Shafa. Menyaksikan hal itu, Nabi pun berkata, "tempat kumpul kalian ialah Shafa".

Tempat Berdoa Rasulullah SAW

Setelah pembebasan Mekah, Rasulullah mencium Hajar Aswad, lalu thawaf di sekeliling Ka'bah. Selesai menunaikan thawaf, beliau langsung menuju Shafa dan naik ke atas bukit tersebut hingga melihat Kabah, kemudian mengangkat kedua tangan beliau, memuji Nama Allah dan berdo'a tentang apa saja.

Pemberian Maaf dan Pernyataan Keamanan

Nabi sedang berdiri di atas bukit shafa, dan datanglah kaum Anshar dengan mengelilingi bukit tersebut. Rasulullah lalu bersabda: "Barangsiapa masuk ke rumah Abu Sufyan, maka amanlah dia. Barangsiapa meletakkan senjatanya, amanlah dia. Dan barangsiapa menutup pintu rumahnya, maka amanlah dia". 

Kemudian orang-orang Anshar bilang, lelaki ini telah bersikap lembut kepada keluarganya dan mencintai kampung halamannya, maka apakah ía akan menetap di dalamnya. Setelah itu, Rasulullah SAW menimpalinya, "apakah yang kalian katakan tadi?". Rasulullah pun diberitahu oleh orang-orang Anshar terebut, dan dijawab Rasulullah dengan berkata, "Aku berlindung kepada Allah. Kehidupan ini ialah kehidupan kalian, dan kematian itu ialah juga kematian kalian."

Masuk Islam

Bukit Shafa menjadi saksi bahwa orang-orang yang dahulunya ikut mengusir, menyakiti dan memerangi Nabi ketika di Makkah, mereka berkumpul di sekitar Shafã untuk berbai'at masuk Islam, mengakui tauhid dan risalah yang dibawa Rasulullah.

Ketika Hindun (istri Abu Sufyan) datang bersama rombongan kaum perempuan dari Quraisy untuk berbai'at masuk Islam, Nabi saat itu sedang berada di atas bukit Shafa, dan Umar bin khattab yang mengajari mereka tentang Islam. 

Ketika diajarkan bahwa hendaknya mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, Hindun menimpali, "Aku sudah tahu kalau Allah memiliki sekutu selain-Nya, maka tidak akan membutuhkan kita". Kemudian, ketika diajarkan bahwa hendaknya mereka tidak mencuri, Hindun berkata lagi, "Mungkinkah seorang yang bebas akan mencuri?". 

Lalu, ketika diajarkan bahwa hendaknya mereka jangan berbuat zina, lagi-lagi ia menimpalinya, "apakah ada orang yang bebas akan berbuat zina, wahai Rasulullah?". 

Sementara ketika diajarkan bahwa hendaknya mereka tidak mengingkari kebaikan, barulah Hindun mengatakan, "Demi bapak dan ibumu, sungguh sangat mulia dan baiknya apa yang engkau serukan itu."

Tempat Munculnya Tanda-tanda Kiamat

Allah berfirman, ("Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari burni yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa sesunggulmya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami") (QS An-Naml/27:82) Dan Nabi Muhammad bersabda, "Bersegeralah dalam bekerja sebelum terbitnya matahari hingga terbenamnya, dan sebelum datangnya Dajjal dan binatang-binatang melata."

Ada perbedaan pendapat mengenai dari mana keluarnya? Ada yang mengatakan keluar dari bukit Shafa di Makah, ada pula yang mengatakan dari Bukit Abu Qubais. Dan ada juga yang berpendapat keluarnya dari Masjid paling besar, paling agung, dan paling mulia. Sementara ada pula yang berpendapat lain.

JIka dicari titik temunya, bahwa bukit Shafa berasal dari bukit Abi Qubais dan berada di Masjid paling mulia, yaitu Masjidil Haram.

MARWA

Bukit Marwa berada di Kota Makkah di samping Bukit Qa’aiqa’ah. Jarak antara bukit Shafa dan Marwa 394,5 meter dan kini lintasannya telah diperlebar hingga 20 meter. Tinggi tembok lantai bawah mencapai 11,75 meter sementara tembok lantai atas tingginya 8,5 meter.

Saat perluasan Masjidil Haram yang baru, di antara Bukit Shafa dan Marwa ini dibuat saluran air Sehingga air dapat mengalir di antara masjid dan bukit.

ARAFAH

Yang bikin kita merinding memandang "wajah" padang Arafah adalah karena mirip potret miniaturnya padang mahsyar. Arafah laksana padang uji coba berada di hamparan pengadilan dan hisab yang bisa kita "cicipi" di muka bumi. 

www.safanatour.com


Lokasi padang pasir yang tak berpenghuni ini terletak 25 km sebelah timur kota Makkah. Hamparan setengah lingkaran yang dikelilingi bukit-bukit batu inilah yang disesaki muslim dunia pada tanggal 9 Dzulhijjah untuk melakukan wuquf. 

Setelah tergelincirnya matahari, setiap jamaah haji berupaya keras memanjatkan doa dan harapannya pada Ilahi. Do'a yang Allah janjikan tanpa penghalang saat dipanjatkan. 
Sekitar tiga juta jamaah haji memadati padang Arafah tapi setiap individu tenggelam dengan urusan keselamatannya masing-masing. Setiap diri tenggelam dalam khusyuk penyesalannya masing-masing, meski berada di tengah hiruk pikuk sesaknya padang Arafah.

Wuquf adalah rukun Haji, tidak sah siapa yang berhaji yang tidak melewatkan waktu sedikitpun di padang Arafah siang itu. 

Rasulullah SAW mengatakan, "Haji itu hadir di Arafah. Barangsiapa yang datang pada malam tanggal 10 Dzulhijah sebelum terbit fajar, sesungguhnya ia masih mendapatkan haji" (diriwayatkan oleh lima perawi hadits utama).

Keutamaan Arafah menurut hadits Nabi, "Doa yang paling afdhal adalah doa di hari Arafah’. Dalam riwayat lain Nabi mengatakan, ‘Tidak ada hari yang paling banyak Allah menentukan pembebasan hamba-Nya dari neraka kecuali hari Arafah".

Di padang pasir ini terdapat sebuah bukit bernama Jabal Rahmah. Di atas bukit batu ini terdapat tugu putih yang dibangun untuk mengenang peristiwa sangat penting bagi umat manusia. 

Peristiwa pertemuan dua nenek moyang manusia yang sangat mengharukan antara Nabi Adam dan Siti Hawa. Menurut berbagai riwayat, keduanya bertemu setelah turun dari syurga dan dipisahkan oleh Allah SWT selama 200 tahun.

Di sini pula tempat turun wahyu Allah SWT yang terakhir kepada Nabi Muhammad SAW yang tercantum dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu".

“Tidak ada satu hari yg lebih banyak Allah memerdekakan hamba dari neraka pd hari itu daripada hari Arafah. Dan sesungguhnya Allah mendekat, kemudian Dia membanggakan mereka (yg berkumpul di Arafah) kepada para malaikat. (Lihatlah wahai para malaikatKu) Apa yg dikehendaki oleh mereka ini" (HR. Muslim, no. 1348; dan lainnya dari 'Aisyah)

Allah membanggakan ahli Arafah (orang-orang yang wuquf di sana) di hadapan penghuni langit (malaikat) ”Sesungguhnya Allah SWT membanggakan ahli ’Arafah di hadapan penduduk langit” (HR. Ahmad, shahih Al-Albani) 

Arafah, adalah hari di mana Allah SWT menyempurnakan agama ini.

Umar bin al-Khaththab RA berkata: ”Sesungguhnya salah seorang laki-laki Yahudi berkata: "Wahai Amirul Mukminin, satu ayat dalam kitab kalian yg kalian baca, seandainya ayat itu turun kepada kami (orang-orang Yahudi) maka sungguh akan kami jadikan hari itu sebagai hari raya" 

Umar berkata: "Ayat apa itu?" Dia membaca firman Allah: ”Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maaidah: 3) 

Umar RA berkata: ”Sungguh aku tahu hari itu, hari yg di dalamnya diturunkan kepada Rasulullah SAW dalam keadaan beliau berada di hari Arafah dan bertepatan dengan hari jum’at".

"Dia adalah hari raya bagi orang yang wuquf ”Hari Arafah, Hari Nahar (menyembelih), dan Hari-Hari Mina (tasyriq) adalah hari raya kita umat Islam.”(HR. Abu Dawud shahih Al-Albani) 

Doa yang dipanjatkan pada hari Arafah adalah seagung-agungnya doa. ”Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arafah.” (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam kitab Silsilah Ash-Shahihah) 

Sementara di berbagai belahan bumi lainnya, jutaan kaum muslimin menjalankan puasa Arafah.

Puasa Arafah ”Menghapus dosa tahun lalu dan tahun yg akan datang” (HR. Muslim).  

Rasulullah SAW bersabda “Puasa satu Hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya. Puasa hari Asyura (tanggal 10 Muharram), aku berharap kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya” (HR. Muslim, no 1162, dari Abu Qatadah).

MASYA'R

Usai memanjatkan do'a, menyesali segala khilaf dan dosa serta merenungi semua perjalan hidup dan berkomitmen tentang waktu di masa datang, para jama'ah Haji harus segala meninggalkan Arafah.

Menjelang terbenamnya matahari Arafah, Kerumunan itu akan bergeser menuju Masy'ar. Jabal Rahmah dan padang Arafah yang sebelumnya dipenuhi jamaah putih, kini mulai sepi ditinggalkan tamunya. Arafah kembali sunyi seperti ratusan hari sebelumnya, sementara semua bergegas menuju Masy'ar.

Di lokasi antara Arafah dan Mina, di sinilah Masy'ar terletak. Di sanalah jamaah Haji bermalam. Semua bersiap mengumpulkan peluru-peluru yang akan dilontarkan kepada musuh-musuh Allah dan manusia. 

Di Masy'ar, di tanah yang diharamkan bahkan meski hanya mencabut rumput atau membunuh seekor semut ini, semua bermalam menunggu datangnya Fajar.

MINA

Lokasi yang bernama Mina juga merupakan tempat yang cukup sentral dalam ibadah haji. 

Para jamaah Haji akan meresapi berbagai pertunjukkan sejarah akbar legendaris yang pernah terjadi di Mina.

Setelah sampai di tanah Mina, Nabi Ibrahim berkata kepada putranya, sebagaimana yang diabadikan Al-Qur’an di Surah Ash-Shaffat penggalan ayat 102: "Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu."

Saat itu Nabi Ibrahim meminta pendapat Nabi Ismail menyikapi mimpi tersebut. Mimpi seorang Nabi adalah haq dan benar, apakah Nabi Ismail bisa bersabar atau ia meminta maaf sebelum dilaksanakan penyembelihan. 

Ini merupakan ujian bagi Nabi Ibrahim maupun Nabi Ismail.

Nabi Ismail lalu menjawab sesuai yang termaktub dalam Al-Qur’an Surah Ash-Shoffat penggalan ayat 102: "Wahai ayahku, lakukan apa yang diperintahkan kepadamu, InsyaAllah engkau akan menemuiku termasuk orang-orang yang sabar."

Ketika Nabi Ibrahim mendengar jawaban itu, beliau menyadari bahwa Allah telah mengabulkan do’anya, sesuai yang tertulis dalam Surah Ash-Shoffat ayat 100: "Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shalih."

Kemudian beliau memuji Allah. Kemudian Nabi Ismail berkata,
“Wahai ayahku, aku berwasiat kepadamu beberapa perkara. Ikatlah tanganku dengan kencang agar aku tidak goyah karena itu akan menyakitkanku. Letakkan wajahku di atas bumi agar engkau tidak memandangku sehingga engkau merasa kasihan. Tutuplah pakaianmu dariku agar darahku tidak mengotorinya sehingga ibuku tidak melihatnya, karena itu akan membuatnya sedih. Tajamkanlah bilah pisau besarmu dan percepatlah dalam menyembelih leherku agar terasa lebih ringan karena sesungguhnya kematian itu sangat menyakitkan. Berikanlah pakaianku kepada ibuku sebagai pengingat diriku. Sampaikan salam dariku dan katakan padanya “bersabarlah atas perintah Allah”. 

"Jangan engkau ceritakan pada ibuku bagaimana engkau menyembelih dan mengikat tanganku. Jangan engkau membawa bocah kepada ibuku agar ia tidak semakin bersedih. Jika engkau melihat seorang bocah sepertiku, maka jangan engkau terus memandanginya sampai engkau bersedih.” 

Nabi Ibrahim berkata “Baiklah, semoga pertolongan selalu menyertaimu atas perintah Allah, wahai anakku!”.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surah Ash-Shoffat ayat 103: "Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya"

Nabi Ibrahim membaringkan Nabi Ismail seperti layaknya kambing yang akan disembelih. Kejadian itu terjadi di atas batu besar di Tanah Mina. 

Nabi Ibrahim meletakkan pisau besarnya di leher Nabi Ismail. Ibrahim menyembelih leher putranya dengan kuat, akan tetapi atas kehendak Allah pisau tersebut tak mampu memotong leher Nabi Ismail bahkan menggoresnya pun tidak. 

Allah membuka tabir penutup mata para malaikat langit dan bumi, sehingga mereka mengetahui kejadian tersebut. Kemudian para malaikat berlutut dan bersujud kepada Allah. 

Kemudian Allah berkata “Lihatlah kalian semua kepada hambaku bagaimana ia menebaskan pisau besar pada leher anaknya karena hanya mengharap ridha-Ku, sedangkan kalian berkata ketika aku berkata:
Allah berfirman, Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di atas bumi. [Malaikat berkata] Mengapa Engkau akan menjadikan di bumi orang yang akan berbuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami selalu bertasbih dengan memuji-Mu dan mensucikan-Mu."

Nabi Ismail berkata “Wahai ayahku, engkau telah melemahkan kekuatanmu karena cinta kepadaku sehingga engkau tidak kuasa untuk menyembelihku”. 

Kemudian Nabi Ibrahim menebaskan pisau besarnya pada batu dan batu tersebut terbelah menjadi dua. Nabi Ibrahim berkata terheran-heran “Pisau ini bisa memotong batu tetapi tidak bisa memotong daging”. 

Atas kuasa Allah, pisau tersebut berkata “Wahai Ibrahim, kamu mengatakan potonglah, tetapi Tuhan semesta alam berkata jangan potong. Maka bagaimana aku melaksanakan perintahmu yang berlawanan dengan perintah Tuhanmu”.
Pisau tersebut tidak dapat memotong leher Nabi Ismail karena Allah telah memerintahkan untuk tidak memotongnya walaupun Nabi Ibrahim berkata potonglah.

Allah berfirman dalam Surah Ash-Shoffat ayat 104-106:
"Dan Kami panggil dia, "Wahai Ibrahim” (104) 
Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpimu itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (105) 
Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata (106)"

Semua kejadian tersebut merupakan ujian yang telah diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim. Kemudian Allah berfirman dalam Surah Ash-Shoffat ayat 107 :
"Dan Kami tebus (ganti) anak itu dengan seekor sembelihan yang besar."

Malaikat Jibril pun datang dengan membawa seekor domba yang besar. Domba tersebut merupakan domba qurban Habil putra Nabi Adam yang masih hidup dalam syurga. Kemudian domba tersebut dijadikan tebusan atau ganti Nabi Ismail. 

Malaikat Jibril yang datang dan melihat Nabi Ibrahim berusaha memotong leher putra beliau. Dengan rasa ta’dhim (hormat) dan terheran atas Nabi Ibrahim, Malaikat Jibril berkata:

"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar."
Kemudian Nabi Ibrahim menjawab:
"Tidak ada tuhan (yang hak untuk disembah) kecuali Allah, dan Allah Maha Besar."
Nabi Ismail pun mengikuti:
"Allah Maha Besar dan segala puji hanya bagi Allah"

Allah telah mejadikan kebaikan atas kalimat-kalimat tersebut. Kalimat-kalimat tersebut senantiasa berkumandang dan bergema dari kalangan muslimin dari penjuru dunia saat 10 Dzulhijjah yaitu hari raya idul adha. 

Imam Hanafi berkata bahwa jika seseorang bernadzar (berjanji pada diri sendiri) untuk menyembelih anaknya, maka hendaklah ia menggantinya dengan seekor kambing atau domba.

Kisah ini diambil dari Kitab Durratun Nashihin karangan Syekh Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakiri Al-Khoubawi, Hal. 179-181.
(Firtra Ratory dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar