Rabu, 24 Agustus 2016

Aktor-Aktor Utama yang Diperankan oleh Setiap Jamaah Haji

Ngelmu.com 22/8, Jakarta - Haji adalah tonggak pemuncak ibadah dalam Rukun Islam, tapi hanya diwajibkan bagi muslim yang mampu.

Ibadah Haji merangkum hakikat penciptaan Nabi Adam AS, Kisah Nabi Ibrahim AS, Perjuangan Siti Hajar dan gerakan pengingkaran terhadap hasutan yang dilancarkan Iblis. Haji merupakan pertunjukan penciptaan, pertunjukan sejarah, pertunjukan ke-Esa-an Allah SWT, pertunjukan ideologi Islam bahkan pertunjukkan kondisi ummat. 

Secara keseluruhan, Allah SWT adalah mastermind dalam "pertunjukkan" itu .

Siapapun dia, pria wanita, muda tua, setiap individu akan beraksi sebagai aktor utama teater akbar evolusi manusia menuju Allah SWT. Ia sendirilah yang menjadi lakon dalam "pertunjukan" itu. Dia akan memerankan sosok Nabi Adam AS, Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar dalam episode pertentangan antara Allah dan Iblis.

safanatour.com


Memerankan Sosok Pelaku Khilaf
Bayangkan jika kita akan memerankan sosok Nabi Adam Alaihis Salam yang berada dalam berbagai kenikmatan syurga lalu tergoda rayuan Iblis sehingga khilaf melanggar larangan Allah SWT.

Kita akan menyelami sosok Nabi Adam AS yang tangguh dan sulit takluk dengan godaan iblis yang dahsyat namun akhirnya luluh karena Siti Hawa memulai pelanggarannya.

Kita akan merasa berada di tengah-tengah adegan di mana Siti Hawa mendekati pohon itu dan memakannya kemudian dia berkata,”Wahai Adam makanlah, sesungguhnya aku telah memakannya dan tidak terjadi apa-apa padaku. Dan tatkala Adam memakannya maka tampaklah aurat mereka berdua dan mulailah mereka berdua menutupinya dengan daun-daun surga". (Tarikhur Rusul wal Muluk juz I hal 28).

Kita juga akan terpana menyaksikan penggalan fragmen di mana Iblis berhasil merayu Siti Hawa setelah berhasil menyelinap ke dalam syurga bersama ular yang melindunginya di antara kedua taringnya.

Abdurrazaq dan Ibnu jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dia berkata,”Sesungguhnya musuh Allah SWT, Iblis menawarkan dirinya kepada setiap binatang melata, agar dapat membawanya masuk ke surga dan berbicara kepada Adam dan istrinya. Namun semua hewan menolak tawarannya itu. Lalu dia berkata kepada ular,”Aku akan melindungi dirimu dari gangguan Adam dan engkau ada dalam jaminanku jika engkau memasukanku kedalam syurga.’ Maka ular itu membawa iblis di antara dua taringnya lalu masuk kedalam surga. Tadinya ular ini berjalan dengan empat kakinya lalu Allah menjadikannya berjalan di atas perutnya.”

Ibnu Abbas berkata,”Maka bunuhlah ular di manapun kalian mendapatkannya. Pendamlah makhluk yang pernah mendapat jaminan dari musuh Allah itu.” (Luqthul Marjan fi Ahkamil Jaan, Imam Suyuthi, edisi terjemahan hal 178)

Lakon ini adalah jelas-jelas cermin adari diri kita sendiri. Sosok naif yang senantiasa khilaf, bahkan sering terlalu jauh melanggar larangan ALlah SWT selama menjalani hidup ini. 

Memerankan Sosok Pemburu Taubat
Tatkala khilaf itu terlaksana, menurut riwayat, Nabi Adam AS dan Siti Hawa diturunkan ke bumi di lokasi yang terpisah, saling tak mengenali arah. 

Bayangkanlah, kita yang diturunkan ke sebuah tempat antah berantah dan kita sendirilah yang jadi pemeran utama episode ini. 

Dalam kitab Ad-Duur al-Mantsur fi at-Tafsir bi al-Ma’tsur sang penulis menyampaikan, Ibnu Abbas menafsirkan ayat “Kami berfirman, ‘Turunlah kalian!” dengan Adam diturunkan di sebuah lokasi di bumi bernama Dahnah yang terletak di antara Makkah dan Thaif.

Sementara di rujukan lainnya, Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Ibnu Umar, “Adam diturunkan di Shafa dan Hawa di Marwah.”

Ibnu Abbas meriwayatkan, “Adam diturunkan di India dan Hawa di Jeddah. Adam pun mencari Hawa hingga tiba di Jama’, lalu Hawa didekatkan kepadanya—karena itulah dinamakan Muzdalifah. Akhirnya, mereka pun bertemu di Jama’".

Di riwayat lainnya oleh Ath-Thabrani dan Abu Nu’aim di dalam Al-Hilyah, dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Adam diturunkan di India. Dia merasa kesepian. Akhirnya, Jibril pun turun dan mengumandangkan adzan. Ketika mendengar nama Muhammad disebutkan, Adam bertanya kepada Jibril, ‘Siapa Muhammad ini?’ Jibril menjawab, ‘Dia adalah anak keturunanmu yang terakhir dari kalangan Nabi.”

Beberapa sahabat meriwayatkan bahwa Adam diturunkan di India. Di antara mereka adalah Jabir seperti yang disampaikan oleh Ibnu Abu Ad-Dunya, Ibnu Al-Mundzir, dan Ibnu Asakir. Lalu, Ibnu Umar seperti yang disampaikan Ath-Thabrani.


Selain itu, Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ali ra. yang mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah menciptakan dunia tanpa emas dan perak di dalamnya. Namun, ketika Adam dan Hawa diturunkan, diturunkan pula bersama mereka emas dan perak. Lalu, kedua barang itu menjadi sumber manfaat di bumi bagi keturunan mereka. Barang itu—emas dan perak—pun dijadikan mahar untuk Hawa, sehingga tidak patut bagi seseorang menikah tanpa mahar.” (Atlas Haji & Umrah karya Sami bin Abdullah Al-Maghlouth).

Kita akan meresapi dan menjalani adegan berburu taubat ini dengan sungguh-sungguh dalam ibadah Haji. Apalagi saat menjalani ritual thawaf. Thawaf adalah salah satu bentuk aksi perburuan taubat yang dinamis, pemuncak gerak atas penyesalan yang sangat serta upaya rotasi kembali menuju gerak terpusat yang menjadi fitrah setiap insan. Gerak langkah yang senantiasa fokus kepada sang Pencipta. 

Kita pasti akan merenung dalam saat membaca hadits riwayat Ibnu Abbas RA ini. Manusia pertama yang melakukan haji dan thawaf adalah Nabi Adam AS. Kala itu Nabi Adam melakukan haji dengan berthawaf mengelilingi Ka'bah tujuh kali putaran. Pada saat Nabi Adam tengah berthawaf ia didatangi oleh para malaikat dan berkata: ''Semoga hajimu mabrur wahai Adam. Sesungguhnya kami telah melaksanakan ibadah haji di Baitullah ini sejak 2.000 tahun sebelum kamu.'' 

Adam bertanya: ''Pada zaman dahulu, doa apakah yang kalian baca pada saat thawaf?'' 

Malaikat menjawab: ''Dahulu kami mengucapkan ; Subhanallah wal hamdu lillah wa la ilaha illa Allah wallahu akbar.''

Adam berkata, tambahkanlah dengan ucapan: ''Wa la haula wa la quwwata illa billah.'' Maka selanjutnya para malaikat pun menambahkan ucapan itu. 

Riwayat ini menunjukkan bahwa aktifitas thawaf dalam ibadah haji tidak terlepas dari sejarah besar kemanusiaan, sejarah luhur Nabi Adam AS. 

Memerankan Sosok Yang Istiqamah Dengan Kelurusannya
Setiap individu dalam menjalankan ritual haji sebenarnya juga memerankan sosok mulia Nabi Ibrahim AS yang istiqamah dengan kelurusannya. Nabi Ibrahim hidup kira-kira tahun 1861 – 1686 SM. 

Nabi Ibrahim merupakan keturunan Sam Bin Nuh AS (yang hidup kira-kira tahun 3900 – 2900 SM). Literatur-literatur yang ada dalam khasanah Islam menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim AS lahir di Ur-Kasdim, sebuah kota penting di Mesopotamia. Selanjutnya Nabi Ibrahim tinggal di sebuah lembah di negeri Syam.

Setiap jamaah Haji sepantasnya meresapi dialektika kehidupan yang dijalani oleh Nabi Ibrahim AS dan keluarganya.

Episode Nabi Ibrahim diawali saat beliau yang sudah berusia senja belum juga dikaruniai keturunan. Sang istri (Sarah) sangat sedih lalu meminta Nabi Ibrahim untuk menikahi Hajar, salah satu hamba sahaya mereka.

Dari Hajar inilah Allah mengkaruniai Ibrahim seorang anak bernama Ismail. Namun Sarah tidak mampu memendam rasa pilunya. 

Nabi Ibrahim AS kemudian mengadukan permasalahannya kepada Allah. Lalu Allah perintahkan Nabi Ibrahim membawa Ismail dan Hajar menjauh dari Sarah. Nabi Ibrahim kemudian bertanya : “Ya Allah, ke mana aku harus membawa keluargaku?”

Allah berfirman : “Bawalah ke tanah Haram-Ku dan pengawasan-Ku, yang merupakan daratan pertama Aku ciptakan di permukaan bumi yaitu Makkah.”

Lalu malaikat Jibril AS turun ke bumi. Setibanya di bumi, Jibril lalu membawa Hajar, Ismail dan Nabi Ibrahim AS. Setiap kali Nabi Ibrahim AS melewati suatu tempat yang memiliki ladang kurma yang subur, ia selalu meminta Jibril untuk berhenti sejenak. Tetapi Jibril selalu menjawab, “teruskan lagi” dan “teruskan lagi”. Sehingga akhirnya sampailah di Makkah. 

Jibril lalu mengantar mereka hingga tepat berada di posisi Ka’bah, di bawah sebuah pohon yang cukup untuk melindungi Hajar dan anaknya Ismail dari terik matahari.

Episode Iblis Menghasut Nabi Ibrahim

Para jamaah Haji pasti akan memerankan bagaimana tokoh Nabi Ibrahim yang tetap kokoh melaksanakan perintah Allah meski berbagai tipu daya dilancarkan iblis.

Iblis bahkan nampak gugup menggoda Nabi Ibrahim. Iblis berkali-kali datang dan pergi menggoda mereka,dan berusaha agar penyembelihan tersebut gagal. 

Salah satu episode iblis menggoda Nabi Ibrahim, adalah saat Nabi Ismail sedang berlari-lari di depan beliau. “Apakah kamu tidak melihat tegaknya anakmu ketika ia berdiri, ia begitu tampan, dan lembut tingkah lakunya !!!”. Nabi Ibrahim berkata “Iya, tetapi aku diperintah untuk menyembelihnya !!!”. Iblis pun tak kuasa menggoda Nabi Ibrahim meski dengan seribu godaan. 

Memerankan Sosok Ta'at Pantang Menyerah 
Berhaji itu seyogyanya bisa meresapi adegan perjalanan kehidupan Siti Hajar yang tak kenal putus asa. Setiap jmaah Haji seyognya bisa meresapi perasaan sedih dan napak tilas keberanian Siti Hajar untuk bertahan hidup. Episode ini berawal saat Nabi Ibrahim AS bermaksud pulang kembali ke negeri Syam menemui Sarah istri pertamanya. 

Hajar merasa sedih karena akan ditinggalkan oleh suami tercintanya. “Mengapa menempatkan kami di sini. Tempat yang sunyi dari manusia , hanya gurun pasir, tiada air dan tiada tumbuh-tumbuhan?” tanya Hajar sambil memeluk erat bayinya, Ismail.

Ibrahim menjawab: “Sesungguhnya Allah yang memerintahkanku menempatkan kalian di sini”.

Lalu Ibrahim beranjak pergi meninggalkan mereka. Sehingga sampai di bukit Kuday yang mempunyai lembah, Ibrahim berhenti sejenak dan melihat kepada keluarga yang ditinggalkannya. 

Dia lalu berdoa, seperti yang diabadikan dalam Al Qur’an. Allah berfirman mengulangi doa Nabi Ibrahim AS : ”Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim : 37)

Setelah Nabi Ibrahim AS pergi, Hajar berusaha tinggal dan bertahan hidup bersama bayinya Ismail. Ketika sinar matahari mulai menyengat, bayi Ismail menangis kahausan. 

Hajar panik mencari air. Naluri keibuannya membuatnya gigih mencari air. Awalnya hajar naik ke bukit Shafa, tetapi ia tidak menemukan air. Lalu ia pergi lagi ke bukit Marwa dan di sanapun tidak menemukan air. Hajar mulai panik dan putus asa sehingga tidak menyadari bahwa telah tujuh kali berlari bolak-balik antara bukit Shafa dan Marwa. Namun ia tetap tidak menemukan air di antara dua tempat tersebut.

Akhirnya dari bukit Marwa, hajar melihat ke arah Ismail. Dia heran, bayinya tiba-tiba berhenti menangis. Hajar melihat air mengalir dari bawah kaki Ismail. Hajar berlari dengan kegembiraan yang membuncah ke arah tempat bayinya. Dia berusaha menggali pasir, membendung air yang mengalir tersebut sambil melafazkan kalimat “ZAM … ZAM” (menampung). Sejak saat itu hingga sekarang, mata air tersebut dikenal di seluruh penjuru dunia sebagai sumur Zam Zam.

Berselang beberapa waktu kemudian, lewatlah kabilah Jurhum di sekitar tempat itu. Ketika berada di bukit Arofah, mereka melihat kerumunan burung-burung beterbangan di atas udara. Mereka yakin di sana pasti ada sumber air. Mereka segera mendekati tempat tersebut.

Setelah sampai, mereka terkesima melihat seorang wanita bersama bayinya duduk di bawah pohon dekat sumber air tersebut. Kepala suku Jurhum bertanya kepada Hajar : “Siapakah anda dan siapakah bayi mungil yang ada dalam gendongan anda itu ?” Hajar menjawab : ”Saya adalah ibu dari bayi ini. Ia anak kandung dari Ibrahin AS yang diperintahkan oleh Tuhannya menempatkan kami di lembah (wadi) ini.”

Lalu kepala suku Jurhum meminta izin tinggal berseberangan dengannya. Hajar menjawab : ”Tunggulah sampai Ibrahim datang. Saya akan meminta izin kepadanya“.

Tiga hari kemudian, Nabi Ibrahim AS datang melihat kondisi anak dan istrinya. Hajar meminta izin kepada Ibrahim agar Kabilah Jurhum bisa menjadi tetangganya. Nabi Ibrahimpun memberi izin dan Kabilah Jurhum menjadi tetangga Hajar dan Ismail di tempat itu. Pada kesempatan berziarah selanjutnya, Ibrahim menyaksikan tempat itu sudah ramai oleh keturunan bangsa Jurhum dan Nabi Ibrahim merasa senang melihat perkembangan itu.

Hajar hidup rukun dengan bangsa Jurhum hingga Ismail mencapai usia remaja.

Episode Iblis Mencoba Melemahkan Siti Hajar

Setiap muslim yang berhaji sepatutnya mampu membayangkan dan merasakan peran Siti Hajar yang menjadi sasaran godaan,  setelah Iblis gagal merayu Nabi Ibrahim.

Iblis berkata “Wahai Hajar, bagaimana bisa kamu hanya duduk di sini sedangkan Ibrahim pergi bersama anaknya untuk menyembelihnya!”. Hajar berkata “Kamu jangan dusta kepadaku, mana ada seorang ayah yang tega menyembelih putranya?”. 

Iblis menjawab “Lalu untuk apa Ibrahim membawa pisau besar dan tali!”. Hajar bertanya “Untuk alasan apa ia menyembelihnya?”. Iblis menjawab “Ia menyayangkan bahwa tuhannya telah memerintahkannya untuk meyembelih anaknya!”.

Hajar berkata “Seorang nabi tidak diperintahkan untuk kebatilan dan aku akan selalu percaya padanya. Nyawaku sebagai tebusan atas perkara itu, maka bagaimana dengan anakku (tentu ia pun demikian)!”. Dengan beribu-ribu rayuan dan godaan, tetapi Iblis tak kuasa menggoda Hajar. 

Memerankan Tokoh Yang Pasrah Dengan Keputusan Allah
Saat berhaji, setiap individu akan melewati episode di mana Iblis Merayu Nabi Ismail AS. 
Setelah gagal menggoda Nabi Ibrahim dan Siti Hajar, Iblis Kemudian pergi menemui Nabi Ismail dan menggodanya dengan berbagai rayuan yang dahsyat.

“Kamu sangat senang bermain-main, tetapi ayahmu membawa pisau besar dan tali, ia akan menyembelihmu!”. Nabi Ismail berkata “Kamu jangan berbohong kepadaku, ayahku tidak akan menyembelihku!”. Iblis berkata “Ia menyangka bahwa tuhannya telah memerintahkannya untuk menyembelihmu!” Nabi Ismail berkata “Aku akan selalu tunduk dan taat terhadap perintah Tuhan-ku!!!”. 

Saat Iblis akan melontarkan perkataan lain untuk menggodanya, Nabi Ismail mengambil batu-batu dan melemparkannya kepada Iblis sehingga lemaparan batu itu mengenai mata kiri Iblis. Kemudian Iblis pun pergi dengan kecewa dan putus asa. 

Pada lokasi atau tempat itulah akhirnya Allah mewajibkan melempar jumrah bagi orang yang melaksanakan haji dengan niat mengusir iblis. Setiap kita pada dasarnya adalah aktor utama yang sedang memerankan apa yang telah dilakukan Nabi Ismail.

Dengan berbagai runtutan sejarah inilah, maka saat kita memandang Ka'bah, seharusnya terbayang betul episode kisah hidup Nabi Ibrahim AS beserta keluarganya. (Firtra Ratory dari berbagai sumber)

PT. Safana Nabilla Wisata, siap memfasilitasi Perjalanan Ibadah Haji Anda.
Hotline Call : +6281212 023 023 / +62853 1144 7675 / +62878 678 16186 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar