Sabtu, 07 Januari 2017

Keutamaan Mekkah Al-Mukarromah


Tanah haram jika dimutlakkan secara umum yang dimaksudkan adalah tanah Haram Makkah. Inilah tanah yang dimuliakan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika disebut Haromain, maka yang dimaksudkan adalah Makkah dan Madinah. Ibnu Qayyim Al Jauziyah menyebutkan dalam Zaadul Ma’ad, “Allah Ta’ala telah memilih beberapa tempat dan negeri, yang terbaik serta termulia adalah tanah Haram. Karena Allh Ta’ala telah memilih bagi nabinya –shallallahu ‘alaihi wa sallam– dan menjadikannya sebagai tempat manasik dan sebagai tempat menunaikan kewajiban. Orang dari dekat maupun jauh dari segala penjuru akan mendatangi tanah yang mulia tersebut.”

Di antara keutamaan tanah haram Makkah disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits berikut.

Pertama: Di Makkah terdapat Baitullah

Sebagaimana Allah menyebutkan mengenai do’a Nabi Allah –kholilullah (kekasih Allah)- Ibrahim ‘alaihis salam,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37).
Rumah pertama yang dijadikan peribadatan kepada Allah Ta’ala adalah baitullah sebagaimana disebutkan dalam ayat,
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (QS. Ali Imran: 96).
Dan baitullah inilah yang dijadikan tempat berhaji sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. Ali Imran: 97).
Haji ini dijadikan sebagai amalan penghapus dosa yang telah lalu Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (Muttafaqun ‘alaih).
Sebagaimana shalat di baitullah juga dilipatgandakan. Dari Jabir, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ
“Shalat di masjidku (Masjid Nabawiwww.safanatour.com) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom. Shalat di Masjidil Harom lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad 3/343 dan Ibnu Majah no. 1406, dari Jabir bin ‘Abdillah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1173).

Kedua: Tanah haram dijadikan tempat yang penuh rasa aman

Inilah berkat do’a Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آَمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آَمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali“.” (QS. Al Baqarah: 126).
Begitu pula disebutkan dalam ayat lainnya,
وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آَمِنًا
“Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia” (QS. Ali Imran: 97).
Kaum Quraisy di masa silam juga merasakan rasa aman ketika safar mereka,
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Quraisy: 4).

Ketiga: Rizki begitu berlipat di tanah haram.

Inilah juga berkat do’a Nabi Ibrahim‘alaihis salam,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37).
Keempat: Tanah Haram tidak akan dimasuki Dajjal
Dajjal akan muncul dari Ashbahan dan akan menelusuri muka bumi. Tidak ada satu negeri pun melainkan Dajjal akan mampir di tempat tersebut. Yang dikecualikan di sini adalah Makkah dan Madinah karena malaikat akan menjaga dua kota tersebut. Dajjal tidak akan memasuki kedunya hingga akhir zaman. Dalam hadits Fathimah bin Qoisradhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa Dajjal mengatakan,
فَأَخْرُجَ فَأَسِيرَ فِى الأَرْضِ فَلاَ أَدَعَ قَرْيَةً إِلاَّ هَبَطْتُهَا فِى أَرْبَعِينَ لَيْلَةً غَيْرَ مَكَّةَ وَطَيْبَةَ فَهُمَا مُحَرَّمَتَانِ عَلَىَّ كِلْتَاهُمَا كُلَّمَا أَرَدْتُ أَنْ أَدْخُلَ وَاحِدَةً أَوْ وَاحِدًا مِنْهُمَا اسْتَقْبَلَنِى مَلَكٌ بِيَدِهِ السَّيْفُ صَلْتًا يَصُدُّنِى عَنْهَا وَإِنَّ عَلَى كُلِّ نَقْبٍ مِنْهَا مَلاَئِكَةً يَحْرُسُونَهَا
“Aku akan keluar dan menelusuri muka bumi. Tidaklah aku membiarkan suatu daerah kecuali pasti aku singgahi dalam masa empat puluh malam selain Makkah dan Thoybah (Madinah Nabawiyyah). Kedua kota tersebut diharamkan bagiku. Tatkala aku ingin memasuki salah satu dari dua kota tersebut, malaikat menemuiku dan menghadangku dengan pedangnya yang mengkilap. Dan di setiap jalan bukit ada malaikat yang menjaganya.” (HR. Muslim no. 2942)
Dan Dajjal tidak akan memasuki empat masjid. Dalam hadits disebutkan tentang Dajjal,
لاَ يَأْتِى أَرْبَعَةَ مَسَاجِدَ الْكَعْبَةَ وَمَسْجِدَ الرَّسُولِ والْمَسْجِدَ الأَقْصَى وَالطُّورَ
“Dajjal tidak akan memasuki empat masjid: masjid Ka’bah (masjidil Haram), masjid Rasul (masjid Nabawi), masjid Al Aqsho’, dan masjid Ath Thur.” (HR. Ahmad 5: 364. Kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth, sanad hadits ini shahih)
Wallahu waliyyut taufiq.

@ Madinah An Nabawiyah, 14 Sya’ban 1433 H
sumber : rumaysho.com

Rabu, 28 Desember 2016

Rindu Baitullah.. Ku Ingin Kembali..


Jelang subuh merambati
Memasuki halamanmu terbayang Masjidil Haram Makkah Al-Mukarramah mendera-dera
Di depan Ka'bah pertama kali kulantunkan do'a untukmu berjuta deras air mata mengalir
Tatkala dahi bersujud di permaidani masjid-Mu
Terasa gigilan yang amat sangat
Sebab menahan rasa haru dan syukur
Subhanallah...
Hanya Engkau ya Allah, yang mengetahui setiap apa yang tersembunyi di balik hati ini
Yang tak mampu tertuang dengan sebatas kata
Rindu Baitullah

Setiap kali azan berkumandang di bumi penuh berkah
Setiap kali kaki berjalan memenuhi
Tiada lelah seakan rindu bertemu dengan-Mu
Menjadi aliran energi kehidupan tak bertepi
Subhanallah...
Maha Suci Allah Yang Menciptakan Alam Duniawi...
Menumbuhkan rindu berapi-api akan Tanah Suci
Rindu ingin selalu beribadah tiada henti
Rindu melantunkan do'a dan mengadu pada-mu.
Menangis dan bermunajat kehadirat-Mu

Rindu pada harumnya Ka'bah yang mulia
Ingin bertawaf memuliakanmu
Rindu pada Safa Dan Marwa yang mengajarkan makna beribu pengorbanan Siti Hajar dan Nabi Ismail
Rindu air Zam-Zam-Mu yang mampu mengusir dahaga berjuta tamu-Mu yang datang ke rumah mulia-Mu

Ya Allah... Duhai  Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim, Al-Maalik, Al-Qudduus, As-Salaam...

Batinku bagai dimensi tak berbingkai
Saat diriku bersujud hina di hadapan Ka’bah...
Begitu dekat terasa dengan-Mu
Untaian do'a dengan menangis di Multazam, Tempat paling mustajab
Tempat semua doa akan terjawab
Dalam balutan kain putih
Bersama jiwa-jiwa lain yang merindu pada-Mu
Yang datang dengan totalitas hati jiwa dan raga
Untuk menjadi tamu-Mu

Dengan hati bergetar, lisan yang berucap ‘Labbaik Allaahumma labbaik, labbaika laa syariikalaka labbaik. Innalhamda wanni’mata, lakawal mulk, laa syariikalak.’ MenujuMu...Menyahut seruanMu.. Berakhir di pelukanMu...
Subhanallah...

Ya Allah,  Engkau mengundangku ke rumah agung-Mu
Kiblat umat muslim sepenjuru dunia
Mungkinkah Engkau memperkenankan aku datang bertamu lagi
Pada diri yang penuh peluh noda dan alfa
Dengan segenap kerinduan yang menggunung Aku akan datang lagi, dengan izin-Mu
Meski harus tertatih...
Meski harus menyeret langkah
Dengan serpihan cinta yang kurekatkan rapat-rapat
Aku ingin kembali
Menjadi tamu-Mu

Ya Allah, ya Robbi...
Betapa rindu aku ingin kembali...
Aku bagaikan petualang yang telah lama tidak pulang dan merasa ingin kembali...
Betapa aku berharap, kerinduan ini cukup untuk menghantarkanku ke Mekkah dan Madinah kembali
Tempat  Rasulullah, sang habibullah berawal dan berakhir...
Menyampaikan salam kepada Rasulullah di Raudhah...
Menyungkurkan taubatku di hadapan kesaksian Ka’bah
Tempat cahaya keislaman memancar dan menjadi ‘rahmatan lil ‘aalamin’...
Tempat terindah untuk dijadikan kiblat di setiap langkah mereka yang mengaku hamba Allah...
Dengan lantunan ayat suci qiyamullail yang menghidup nadi imanku...
Dengan salawat kerinduan pada kekasihMu yang mendamai ragaku...

Aku ingin bertemu kembali ya Rabbul ‘Izzati...
‘Labbaik Allaahumma labbaik, labbaika laa syariikalaka labbaik. Innalhamda wanni’mata, lakawal mulk, laa syariikalak.’ MenujuMu...Menyahut seruanMu.. Berakhir di pelukanMu...

Hingga kini masih kurasa rindu itu
Pada Tanah Haram bumi penuh berkah-Mu
Semoga Allah mengizinkan untuk datang bertamu
Sebelum badan dikandung tanah...

"Wahai Tuhan kami! Terimalah daripada kami (amal kami); sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar, lagi Maha mengetahui [al-Quran, al-Baqarah:127]

Ya Allah, izinkan aku kembali...

oleh : Muthi' Masfu'ah Ma'ruf  (Ketua Perempuan Penulis Gagas Citra Media dan Rumah Kreatif Salsabila)

Rabu, 21 Desember 2016

Siti Hajar, Wanita Teladan yang pertama tinggal di Masjidil Haram

Siti Hajar adalah istri Nabi Ibrahim dan ibu dari Nabi Ismail as. Ia merupakan seorang wanita yang dihormati dalam agama Islam. Sebagaimana dikemukakan dalam kisah sebelumnya, bahwa Hajar pada awalnya adalah seorang pelayanan yang dihadiahkan Raja Firaun kepada Sarah, istri nabiyullah Ibrahim as. Dalam sejarah disebutkan bahwa Hajar merupakan seorang tokoh wanita yang mulia, ibu Nabi yang sabar, dan istri Nabi yang merupakan satu umat, kendati sendirian, ia wanita mulia bagi Ibrahim as.

Kekasih Allah, Ibrahim as. sangat merindukan anak dan keturunan. Beliau berdoa kepada Allah swt, baik dengan cara pelan-pelan maupun terang-terangan, agar Allah memberi beliau anak yang saleh. Doanya ini kemudian direkam dalam al-Quran: “Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami keturunan yang saleh.”
Untuk menjawab doa Ibrahim as., Allah menakdirkan Ibrahim bertemu dengan Hajar, yang kemudian menjadi Ibu Nabi Ismail as., ibu orang-orang Arab, ibu umat terbaik yang dikeluarkan untuk umat manusia. Hajar dihormati sebagai ibu pemimpin yang sangat penting, karena melalui Nabi Ismail as., ia menurunkan Nabi Muhammad SAW.

Di rumah Ibrahim, Hajar mendengar apa saja yang dikatakan dan didakwahkan Ibrahim. Sungguh ucapan Ibrahim as. adalah ucapan indah yang masuk ke dalam jiwa dan meninggalkan bekas yang baik di hatinya. Hajar merasa rohnya bersinar dengan sinar Ilahi. Ia merupakan wanita yang sangat tulus kepada majikannya; mencintai majikan wanitanya, mengabdi kepadanya dengan sempurna, melihat banyak hal pada diri Sarah yang tidak ia lihat pada wanita-wanita lain.

Suatu saat, Hajar mendapati Sarah sedang berdiri mengerjakan shalat, ia mendengar Sarah membaca ungkapan yang tidak ia pahami. Hanya saja, Hajar merasa bahwa ada percikan cahaya yang jatuh berguguran ke dalam jiwanya, ia merasa bahwa kedamaian merasuk ke dalam hatinya. Setelah itu, dengan santun dan malu, Hajar menghampiri dan bertanya kepada majikannya yang ahli ibadah, wanita taat. Ia bertanya: “Majikanku, Tuhan apa yang engkau sembah?” Kemudian Sarah berkata kepada Hajar dengan keimanan orang-orang yang tekun beribadah dan cahaya keyakinan: “Wahai wanita yang baik, kami menyembah Allah, yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia. Dia adalah pencipta langit dan bumi, Tuhan segala sesuatu, Maha Pencipta, dan Pencipta segala sesuatu, Dia-lah yang menghidupkan dan yang mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Sarah mulai menanam benih-benih iman dan bibit-bibit keyakinan pada diri Hajar, yang jiwanya merespons isyarat-isyarat iman dari Sarah. Ia menyampaikan apa-apa yang didakwahkan oleh suaminya, Ibrahim as. Dari situlah cahaya iman benar-benar menutupi hati Hajar. Hajar merasa bahwa sentuhan cahaya halus menembus jiwanya dan menyentuh hatinya, ia merasa dekat dengan sumber-sumber kebaikan dan mata air cahaya. Sekarang ia merasakan kehangatan iman dan keagungan dalam berhubungan dengan Allah swt.
Singkat cerita, setelah Hajar melahirkan Ismail, Sarah mulai merasa cemburu, ia meminta Ibrahim untuk membawa mereka pergi darinya. Allah mengungkapkan kepada Ibrahim bahwa ia harus mengambil Hajar dan Ismail, dan membawa mereka ke Mekah. Akhirnya, Nabi Ibrahim pun membawa Hajar dan Ismail, namun kemudian meninggalkan mereka, dan kembali ke Palestina. Sebelum Nabi Ibrahim kembali ke Palestina, Hajar bertanya kepadanya: “Untuk siapa kau meninggalkan kami di lembah ini dan dibiarkan begitu saja? Apakah Allah memerintahkan Anda untuk melakukan hal ini?” Nabi Ibrahim menjawab: “Ya”. Hajar kemudian berkata: “Kalau begitu, Allah tidak akan menyebabkan kita hilang.”

Dalam kondisi seperti itu, Nabi Ibrahim berserah diri kepada perintah Tuhannya, dan ia tetap bersabar menanggung perpisahan dari istri dan anaknya. Kemudian ia berdoa: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim: 37).

Karena kelangkaan air di padang gurun, ibu dan anak itu menderita kehausan. Siti Hajar berlari antara bukit Shafa dan Marwah untuk mencari air untuk anaknya. Setelah tujuh kali berputar di antara dua bukit, malaikat muncul di hadapannya. Malaikat membantu dan mengatakan kepadanya bahwa Tuhan telah mendengar tangisan Ismail, dan Dia akan menyediakan mereka air. Pada saat itu, Allah mengeluarkan air dari tanah di mana tumit Ismail berbaring. Mata air itu kemudian bernama zam-zam, dan menjadi sumber air suci.
Peristiwa yang dijalaninya antara Bukit Shafa dan Marwah dikenang oleh umat Islam saat mereka menunaikan ibadah haji, yakni yang dinamakan dengan sya’i (berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah). Kegiatan ini merupakan bagian integral dari ibadah Haji dan Umrah, yang melambangkan Hajar mencari air untuk diberikan kepada putranya, Ismail.

Kegiatan ritual berlari kecil tersebut dimulai dari Bukit Shafa yang terletak sekitar setengah mil dari Kakbah. Sementara Marwah terletak sekitar 100 m (330 kaki) dari Kakbah. Jarak antara Shafa dan Marwah adalah sekitar 450 m (1.480 kaki), sehingga tujuh kali putaran berjumlah sekitar 3,15 km (1,96 mil). Itulah bentuk perjuangan seorang ibu demi keselamatan anaknya dari kehausan dan kelaparan di padang pasir. Atas kekuasaan Allah, air zam-zam ini tidak pernah habis dan tidak akan pernah habis selamanya hingga hari kiamat nanti.[Sumber Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag.]

Rabu, 14 Desember 2016

Rumah Sederhana Rasulullah saw

Selama ini kita hanya bisa membayangkan bagaimana kehidupan Rasulullah saw. dan para sahabat di kota Madinah. Bayang-bayang itu menemani kita saat membaca buku-buku sirah nabawiyah. Disebutkan masjid, rumah Rasulullah, rumah para sahabat, jalanan dan sebagainya. Kesederhanaanlah yang tampak paling jelas dalam bayangan kita itu.

Alangkah senangnya jika para ahli sirah nabawiyah berijtihad mevisualisasikan suasana kota Madinah dalam bentuk tiga dimensi (3D). Inilah yang dilakukan oleh pemerhati sirah nabawiyah sekaligus praktisi media asal Arab Saudi, Ahmad Al-Shugairi. Pemilik serial televisi dokumenter ‘Khawater’ ini berhasil membuat miniatur kota Madinah. Masjid Nabawi digambarkan dengan sangat jelas ukuran, kapasitas, dan bahan bangunannya. Bahkan rumah-rumah sahabat pun disebutkan dengan terperinci; di mana rumah Abu Bakar ra., Umar ra., dan sebagainya ditunjukkan dalam miniatur itu. Pembuatannya disesuaikan dengan teks-teks sejarah dalam sirah nabawiyah.
rumah rasul

Bila rumah beberapa orang sahabat diterangkan, tentulah rumah Rasulullah saw. disebutkan dengan lebih detail lagi. Rasulullah saw. memiliki beberapa rumah sesuai dengan jumlah istri beliau. Rumah-rumah itu dibangun di samping, bahkan menempel di Masjid Nabawi. Rumah-rumah nabi tersebut dibangun dengan bahan dari pelepah yang dicampur dengan tanah. Ada juga yang dibuat dari batu yang ditumpuk-tumpuk. Atapnya dari anyaman pelepah kurma. Lebar dan panjang satu rumah masing-masing berukuran 4.5 meter. Tinggi dindingnya 3 meter. Di dalam setiap rumah terdapat kamar berukuran panjang 3.5 meter, dan lebar 3 meter.

Sementara rumah Ibunda Aisyah memiliki dua pintu. Pintu barat, untuk jalan menuju masjid, dan pintu timur yang berada di lorong menuju rumah-rumah istri Rasulullah saw. yang lain. Pintu rumah-rumah itu berukuran lebar 0.7 meter, dan tinggi 1.5 meter. Seperti diceritakan Ibunda Aisyah, dalam kamar Rasulullah saw. terdapat tempat tidur yang terbuat dari pelepah kurma, sebuah bantal, dan kasur yang berisi ijuk.

Sangat jelas tampak kesederhanaan Rasulullah saw. dan keluarga. Sama sekali tidak terlihat kemewahan dalam kehidupan pemimpin dunia ini. Padahal dari rumah inilah rahmat disebarkan ke seluruh dunia. Rumah-rumah ini disebutkan dalam Al-Quran dengan istilah kamar-kamar. Bahkan menjadi nama sebuah surat, yaitu Surat Al-Hujurat.

Senin, 12 Desember 2016

Bilal, Sang Muadzin Rasulullah saw

Bilal, Sang Muadzzin

Kesedihan sebab ditinggal wafat oleh Rasulullah saw terus mengendap di hati Bilal. Dan kesedihan itu yang mendorongnya meninggalkan Madinah, dia bersama rombongan pasukan Fath Islamy berangkat menuju Syam, dan kemudian tinggal di Homs, Syria.

Sudah lama Bilal tak mengunjungi Madinah, hingga sampai pada suatu malam, Rasulullah hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya, "Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa ? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku ? Mengapa sampai seperti ini ?"
Image result for gambar masjid nabawi
Makam Rasulullah saw
Bilal pun bangun terperanjat, segera ia mempersiapkan perjalanan ke Madinah untuk berziarah ke makam Rasulullah. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Rasulullah. Setiba di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Rasulullah, kepada Sang Kekasih.

Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa mendekatinya. Keduanya adalah cucu Rasulullah Hasan dan Husein. Dengan mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua itupun memeluk kedua cucu Rasulullah tersebut.

Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal, "Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami ? Kami ingin mengenang kakek kami."

Ketika itu, Umar bin Khattab yang saat itu telah menjadi Khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan tersebut, dan beliaupun juga memohon kepada Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.

Bilal pun memenuhi permintaan itu.

Saat waktu shalat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Rasulullah masih hidup.

Mulailah dia mengumandangkan adzan.
Related image
Raudhah
Saat lafadz Allahu Akbar dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun - tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok Nan Agung, suara yang begitu dirindukan itu telah kembali.

Ketika Bilal meneriakkan kata 'Asyhadu an laa ilaha illallah', seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sambil berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar.

Dan saat bilal mengumandangkan 'Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah', Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan. Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Rasulullah, Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai. Hari itu madinah mengenang masa saat masih ada Rasulullah diantara mereka.

Hari itu adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rasulullah wafat. Adzan yang telah menerbitkan rasa kerinduan penduduk Madinah kepada Rasulullah. Adzan yang tak bisa dirampungkan.

Dan pada saat itu, Kota Madinah banjir oleh air mata kerinduan kepada Rasulullah. 

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ 

Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama shollaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid. Allahumma barik ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama barokta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid.” 

[Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah keberkahan kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi keberkahan kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia].

Rabu, 16 November 2016

Menag : Alhamdulillah Raja Salman Batalkan Biaya Visa Haji dan Umrah

Pemerintah Arab Saudi membatalkan kebijakan penerapan visa haji dan umrah. Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin mengapresiasi hal ini.

"Alhamdulillah, Raja Salman (Saudi Arabia) batalkan biaya visa haji & umrah," tulis Lukman lewat akun Twitter-nya @lukmansaifuddin seperti dikutip dari situs kemenag, Kamis (17/11/2016).
Dikutip dari situs resmi Kementerian Agama, pengumuman pembatalan ini resmi disampaikan Raja Salman dan diwartakan oleh seluruh media di Arab Saudi.
Lukman mengapresiasi pembatalan kebijakan penerapan visa haji dan umrah yang diberlakukan pemerintah Arab Saudi dua bulan terakhir ini. Kebijakan baru ini diharapkan dia akan mempermudah jemaah Indonesia yang akan beribadah ke Tanah Suci.

"Kita semua bersyukur dengan pembatalan pengenaan biaya visa bagi jemaah haji dan umrah. Kami mengapresiasi kebijakan tersebut karena tidak akan menjadi kendala bagi mereka yang akan menunaikan ibadah ke Tanah Suci," kata Lukman.

Senada dengan Menag, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil juga bersyukur dengan adanya pembatalan kebijakan ini. Menurutnya, keputusan itu sudah sesuai dengan harapan negara pengirim jemaah haji dan umrah.

"Awal November, menteri agama bersurat kepada pemerintah Kerajaan Arab Saudi untuk mengecualikan jemaah umrah dari ketentuan membayar 2.000 SAR," ucapnya. (bar/aan)

Selasa, 15 November 2016

Panduan Ibadah Umroh sesuai Sunnah




Pertama:

Jika seseorang akan melaksanakan umrah, dianjurkan untuk mempersiapkan diri sebelum berihram dengan mandi sebagaimana seorang yang mandi junub, memakai wangi-wangian yang terbaik jika ada dan memakai pakaian ihram.

Kedua:

Pakaian ihram bagi laki-laki berupa dua lembar kain ihran yang berfungsi sebagai sarung dan penutup pundak. Adapun bagi wanita, ia memakai pakaian yang telah disyari’atkan yang menutupi seluruh tubuhnya. Namun tidak dibenarkan memakai cadar/ niqab (penutup wajahnya) dan tidak dibolehkan memakai sarung tangan.

Ketiga:

Berihram dari miqat untuk dengan mengucapkan:

لَبَّيْكَ عُمْرَةً

“labbaik ‘umroh” (aku memenuhi panggilan-Mu untuk menunaikan ibadah umrah).

Keempat:

Jika khawatir tidak dapat menyelesaikan umrah karena sakit atau adanya penghalang lain, maka dibolehkan mengucapkan persyaratan setelah mengucapkan kalimat di atas dengan mengatakan,

اللَّهُمَّ مَحِلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي

“Allahumma mahilli haitsu habastani” (Ya Allah, tempat tahallul di mana saja Engkau menahanku).

Dengan mengucapkan persyaratan ini—baik dalam umrah maupun ketika haji–, jika seseorang terhalang untuk menyempurnakan manasiknya, maka dia diperbolehkan bertahallalul dan tidak wajib membayar dam (menyembelih seekor kambing).

Kelima:

Tidak ada alat khusus untuk berihram, namun jika bertepatan dengan waktu shalat wajib, maka shalatlah lalu berihram setelah shalat.

Keenam:

Setelah mengucapkan “talbiah umrah” (pada poin ketiga), dilanjutkan dengan membaca dan memperbanyak talbiah berikut ini, sambil mengeraskan suara bagi laki-laki dan lirih bagi perempuan hingga tiba di Makkah:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَك لَبَّيْكَ ، إنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَك وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَك

“Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syariika laka labbaik. Innalhamda wan ni’mata, laka wal mulk, laa syariika lak”. (Aku menjawab panggilan-Mu ya Allah, aku menjawab panggilan-Mu, aku menjawab panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu,  aku menjawab panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu).

Ketujuh:

Jika memungkinkan, seseorang dianjurkan untuk mandi sebelum masuk kota Makkah.

Kedelapan:

Masuk Masjidil Haram dengan mendahulukan kaki kanan sambil membaca doa masuk masjid:

اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.

“Allahummaf-tahlii abwaaba rohmatik” (Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu).[1]

Kesembilan:

Menuju ke Hajar Aswad, lalu menghadapnya sambil membaca “Allahu akbar” atau “Bismillah Allahu akbar” lalu mengusapnya dengan tangan kanan dan menciumnya. Jika tidak memungkinkan untuk menciumnya, maka cukup dengan mengusapnya, lalu mencium tangan yang mengusap hajar Aswad. Jika tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka cukup dengan memberi isyarat kepadanya dengan tangan, namun tidak mencium tangan yang memberi isyarat. Ini dilakukan pada setiap putaran thawaf.

Kesepuluh:

Kemudian, memulai thawaf umrah 7 putaran, dimulai dari Hajar Aswad dan berakhir di Hajar Aswad pula. Dan disunnahkan berlari-lari kecil pada 3 putaran pertama dan berjalan biasa pada 4 putaran terakhir.

Kesebelas:

Disunnahkan pula mengusap Rukun Yamani pada setiap putaran thawaf. Namun tidak dianjurkan mencium rukun Yamani. Dan apabila tidak memungkinkan untuk mengusapnya, maka tidak perlu memberi isyarat dengan tangan.

Keduabelas:

Ketika berada di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad, disunnahkan membaca,

رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Robbana aatina fid dunya hasanah, wa fil aakhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” (Ya Rabb kami, karuniakanlah pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta selamatkanlah kami dari siksa neraka). (QS. Al Baqarah: 201)

Ketigabelas:

Tidak ada dzikir atau bacaan tertentu pada waktu thawaf, selain yang disebutkan pada no. 12. Dan seseorang yang thawaf boleh membaca Al Qur’an atau do’a dan dzikir yang ia suka.

Keempatbelas:

Setelah thawaf, menutup kedua pundaknya, lalu menuju ke makam Ibrahim sambil membaca,

وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى

“Wattakhodzu mim maqoomi ibroohiima musholla” (Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat) (QS. Al Baqarah: 125).

Kelimabelas:

Shalat sunnah thawaf dua raka’at di belakang Maqam Ibrahim[2], pada rakaat pertama setelah membaca surat Al Fatihah, membaca surat Al Kaafirun dan pada raka’at kedua setelah membaca Al Fatihah, membaca surat Al Ikhlas.[3]

Keenambelas:

Setelah shalat disunnahkan minum air zam-zam dan menyirami kepada dengannya.

Ketujuhbelas:

Kembali ke Hajar Aswad, bertakbir, lalu mengusap dan menciumnya jika hal itu memungkinkan atau mengusapnya atau memberi isyarat kepadanya.

Sa’i Umrah

Kedelapanbelas:

Kemudian, menuju ke Bukit Shafa untuk melaksanakan sa’i umrah dan jika telah mendekati Shafa, membaca,

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ

“Innash shafaa wal marwata min sya’airillah”  (Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah) (QS. Al Baqarah: 158).

Lalu mengucapan,

نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ

“Nabda-u bimaa bada-allah bih”.

Kesembilanbelas:

Menaiki bukit Shafa, lalu menghadap ke arah Ka’bah hingga melihatnya—jika hal itu memungkinkan—, kemudian membaca:

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ  (3x)

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ

“Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. (3x)

Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata. Dialah yang telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan tentara sekutu dengan sendirian.”[4]

Keduapuluh:

Bacaan ini diulang tiga kali dan berdoa di antara pengulangan-pengulangan itu dengan do’a apa saja yang dikehendaki.

Keduapuluhsatu:

Lalu turun dari Shafa dan berjalan menuju ke Marwah.

Keduapuluhdua:

Disunnahkan berlari-lari kecil dengan cepat dan sungguh-sungguh di antara dua tanda lampu hijau yang beada di Mas’a (tempat sa’i) bagi laki-laki, lalu berjalan biasa menuju Marwah dan menaikinya.

Keduapuluhtiga:

Setibanya di Marwah, kerjakanlah apa-apa yang dikerjakan di Shafa, yaitu menghadap kiblat, bertakbir, membaca dzikir pada no. 19 dan berdo’a dengan do’a apa saja yang dikehendaki, perjalanan (dari Shafa ke Marwah) dihitung satu putaran.

Keduapuluhempat:

Kemudian turunlah, lalu menuju ke Shafa dengan berjalan di tempat yang ditentukan untuk berjalan dan berlari bagi laki-laki di tempat yang ditentukan untuk berlari, lalu naik ke Shafa dan lakukan seperti semula, dengan demikian terhitung dua putaran.

Keduapuluhlima:

Lakukanlah hal ini sampai tujuh kali dengan berakhir di Marwah.

Keduapuluhenam:

Ketika sa’i, tidak ada dzikir-dzikir tertentu, maka boleh berdzikir, berdo’a, atau membaca bacaan-bacaan yang dikehendaki.

Keduapuluhtujuh:

Jika membaca do’a ini:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ الأَعَزُّ الأَكْرَمُ

“Allahummaghfirli warham wa antal a’azzul akrom” (Ya Rabbku, ampuni dan rahmatilah aku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah), tidaklah mengapa  karena telah diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud dan ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya mereka membacanya ketika sa’i.

Keduapuluhdelapan:

Setelah sa’i, maka bertahallul dengan memendekkan seluruh rambut kepala atau mencukur gundul, dan yang mencukur gundul itulah yang lebih afdhal. Adapun bagi wanita, cukup dengan memotong rambutnya sepanjang satu ruas jari.

Keduapuluhsembilan:

Setelah memotong atau mencukur rambut, maka berakhirlah ibadah umrah dan Anda telah dibolehkan untuk mengerjakan hal-hal yang tadinya dilarang ketika dalam keadaan ihram.

Demikianlah ringkasan amalan umrah yang merupakan faedah dari Buku “Petunjuk Praktis Manasik Haji dan Umrah”, penulis Abu Abdillah, terbitan Darul Falah.

@ 4 Dzulqo’dah 1431 H, in King Saud University, Riyadh, KSA

Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id


[1] Do’a masuk masjid dan keluar masjid sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Sa’id:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ. وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ

“Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid, maka ucapkanlah, ‘Allahummaftahlii abwaaba rohmatik’ (Ya Allah, bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu). Jika keluar dari masjid, ucapkanlah: ‘Allahumma inni as-aluka min fadhlik’ (Ya Allah, aku memohon pada-Mu di antara karunia-Mu).” (HR. Muslim no. 713)

[2] Yang dimaksud Maqam Ibrahim, yaitu tempat berdiri Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ketika membangun Ka’bah, bukan kuburan beliau. Shalat di belakang Maqam Ibrahim jika kondisinya memungkinkan. Adapun jika tidak memungkinkan karena dipadati oleh orang-orang yan thawaf atau yang mengerjakan shalat, maka boleh shalat di tempat mana pun di dalam Masjidil Haram.

[3] Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang amat panjang disebutkan,

فجعل المقام بينه وبين البيت [ فصلى ركعتين : هق حم ] فكان يقرأ في الركعتين : ( قل هو الله أحد ) و ( قل يا أيها الكافرون ) ( وفي رواية : ( قل يا أيها الكافرون ) و ( قل هو الله أحد

“Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan maqom Ibrahim antara dirinya dan Ka’bah, lalu beliau laksanakan shalat dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut, beliau membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun). Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau membaca Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas).” (Disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 56)

[4] HR. Muslim no. 1218.



Sumber: http://muslim.or.id/9534-panduan-umrah.html